Aku terdampar jauh dari kehidupan duniawi.
Aku terjerat aturan dan sangsi.
Aku terbelenggu akan harapan dan do'a.
Aku terjebak di lembah dalam dan tenang.
Aku terkuasai lonceng penuh kontrol.
Sempat bosan menyungkuri semangat
tapi cita menguatkan asa
do'a menguatkan jiwa.
Perlahan....
Ku pejamkan mata
tersadar ego merajai hati
menghancurkan harap pondok ayah bunda
nan legam derita penuh juang.
Ya...
Ketika mata hati mencoba mencari makna
arti akan keterasingan ini
aku dipagari jeruji aturan norma hidup
merintis mencari pelita Illahi.
Insan bersorban memberi diam dihati
meletakkan dua tauladan kehidupan
Khalam Illahi dan hadis Habibiillah
bagai tongkat situnanetra ilmu
Dan dunia bertanya padaku
Apa kau akan pergi?
Jiwa menjawab
Aku ingin hidup dan mati ditempat ini
karna ini permadani ilmu.
Tiga kali empat
Permainan detik waktu menggupat
memecah keheningan para plagiat
semakin lupa gembel juang pencarian penat
hidup bergulir menjadi penjahat
Tiga kali empat
Bermain lipas bersama
ribut bercinta tak tau saudara
perempuan malam berpesta kenikmatan dosa
tergelincir susunan para janji surga
Tiga kali empat
Berebut suara lapar tikus malam
menghambakan dahaga dendam
lihat penipuan kelam
anak putus sekolah diam
janjijanji manis bungkam
Tiga kali empat
Makin tinggal membayang harapan
cerita hanya cerita
tak ada kenyataan membuka
Tiga kali empat
disini segala wajah murka
meminta apa yang bersuara
meminta apa yang dimanja
meminta apakah ini rumah kita...???
Mengembara sepi pada kampung kelam
meraba tangan mencari pembuktian
sesak udara bertuba menghujam tentram
pada dinding kemunafikan menyumpah serapah
pembuktian.
Anak-anak hujan tertawa puas
memberikan dinginnya nafas
berbenturan rintihan suara kenikmatan dengki
gelap manusiawi
Aku ingin...
Aku dingin...
Aku membatin...
Aku siksa kerinduan....
Beri aku cahaya untuk ini
biar tenang jalan yang kujalani
Nokta aksara bungkam
bungkam berselimut kerinduan silam
Sunyi tak pernah diam
selalu setiap mulut hanya bungkam
Mata buram tak bertepi jejak sejarah
kelam langkah tetesan kebudayan.
Bahasa ibu menangis keterasingan
dilupakan segala anak keponakan
Silih berganti datang dan pergi
membawa beragam pesona sakti
kian hilang budaya asli mati suri
terkubur jauh penuh berduri
Tari-tari pesona alam diam sunyi terasing
terasing vonis kekunoan zaman moderen
terjual di ambil orang asing
Anak segala penerus lupa
lupa tak diberi kisah dulu
rintihan tinggal ritihan
adat tinggal adat diam di buku kematian
Menempel debu kulit kering keriput
menikmati alunan lalat bernyanyi merdu
di ikuti tarian ulat belatung yang tak pernah penat
tetap tangan terus berkerja tanpa malu
Tiap pembuangan dibuka penuh harapan
biar kadang menikmati bau busuk
tak peduli itu kuman merusak badan
menggumpulkan apa yang didapatkan
untuk ditukarkan sesuap nasi ditanak
Tersenyum membuai dibibir basah hitam.
Biar lelah datang menerpa
Biar busuk terasa.
Biar kuman berpesta.
Tetap selalu bersyukur do'a
selalu itu dicari sesuap nasi di pembuangan sampah
#1
Bertiga kami berlagak ruang pasar
berbaju kuning
menjaga mengatur titipan.
Bergaya menari tarian aba-aba
peluit tangan mengalun setia.
Terus...!!!.
Kanan....!!!.
Kiri....!!!.
Stop....!!!.
Kata sandi tak bosan berkata.
#2
Bertiga kami berlagak ruang pasar
Tertawa senyum menghapus lelah pudar.
Begitu pahit kadang direndahkan.Tetap senyum
Tertawa pelepas emosi direndahkan.
Tanggung jawab besar dipertahankan
Tak sebesar kehilangan pendapatan.
#3
Bertiga kami berlagak ruang pasar
Menikmati setiap memberikan jasa
Jasa harga rendah tetap sadar.
Tukang parkir gelar tenang
Menjaga dan menjaga titipan.