Judul: Carta Farlla (antologi puisi)
Penulis: Pandawa Lima Aksara, dkk
CARTA FARFALLA, CINTA DAN KERINDUAN YANG TAK TERBATAS
Apresiasi
terhadap karya puisi boleh saja tetap sepi, tapi pernyair tetap menulis
puisi, Di tengah kehidupan yang serba materialistik dan kemewahan saat
ini, rasanya menjadi penyair pasti bukanlah pilihan yang menarik. Meski
begitu ternyata terus saja bermunculan penyair-penyair muda di seantero
negeri, dan dengan berbagai daya upayanya sendiri berjuang agar dapat
eksis di tengah masyarakat, Karya-karya puisi dari para penyair masih
saban minggu menghiasi halaman sastra budaya koran-koran harian, media
internet bahkan tiap hari penuh dengan puisi, kegiatan baca puisi di
beberapa tempat terus saja diselenggarakan, dan buku kumpulan puisi
(antologi) tunggal atau bersama-sama terus saja diterbitkan. Kiranya
penyair tak akan pernah dapat digilas zaman…!
Dari
fakta di atas sebenarnya dapat dikatakan bahwa puisi tetap dibutuhkan
sebagai media ekspresi sekaligus penyampai pesan penyair. Penyair
bukanlah tukang mengkhayal dan menjual mimpi-mimpi indah yang
menina-bobokkan seperti sering dicemoohkan segolongan orang. Penyair
dengan bahasanya yang indah mengisi puisinya dengan pesan-pesan moral,
kritik sosial, juga harapan-harapan yang lebih baik ke depan. Dengan
demikian kehadiran karya puisi dalam masyarakat dapat memberi pencerahan
di tengah kehidupan yang galau. Hanya saja masih ada kondisi yang
kurang berimbang antara penyair dengan masyarakat, sehingga apresiasi
terhadap karya puisi hingga kini tetap dirasa masih jauh dari harapan.
Di
tengah kondisi itulah, 24 penyair muda mengumpulkan 81 karya puisi
mereka untuk dibunga-rampaikan dalam sebuah buku, dan disodorkan kepada
saya sebelum terbit. Tak banyak waktu yang diberikan, di-deadline cuma
seminggu, untuk minta diberi pendapat. Karuan saja saya yang bukan ahli
kritik puisi (sastra) agak bingung juga. Saya memang suka menikmati
puisi, suka menulis puisi, tapi tak punya kemampuan untuk menilai bagus
tidaknya sebuah karya puisi. Bagi saya semua puisi bagus, kalau ada
sebuah karya puisi yang dirasa belum mampu menyentuh rasa estetika saya,
itu karena kekurang-mampuan saya memahaminya.
Teman penyair Duta D, mengirimkan draft rencana antologi puisinya
bersama 24 penyair lain, dengan tajuk “Carta Farfalla”, dari biodata
singkat para penyair yang menulis puisi di sini. Sejumlah nama memang
sudah saya kenal melalui grup puisi di media online, tapi ada juga yang
belum saya kenal. Dari pencantuman nama tempat menuliskan puisi, tampak
ke-24 penyair ini datang dari berbagai kota di Indonesia. Kegiatan
sehari-hari mereka kebanyakan total berkesenian, menulis puisi, juga
giat di kelompok teater, ada juga yang pelukis dan penulis naskah
sinema, juga ada yang berstatus sebagai pegawai swasta, guru atau juga
pegawai negeri sipil dan jurnalis/redaktur.
Kesan
selintas saya, rata-rata penyair yang disertakan dalam antologi “Carta
Farfalla” adalah penyair-penyair yang sudah melampaui proses awalnya,
bahkan ada yang sudah sangat matang dalam mengolah ide, mengolah diksi,
sehingga mampu memberikan karya puisi yang sangat indah dan penuh makna.
Seni teater dan lukis memang terasa amat dekat dengan puisi (seni
sastra pada umumnya), maka tak heran bila banyak penyair yang tergabung
dalam antologi ini aktif di kelompok teater, atau seni pentas, juga
lukis. Begitu pun tak mengherankan bila ada penyair yang wartawan atau
wartawan yang penyair, karena kedua dunia itu saling mengisi bagi jiwa
yang selalu haus keindahan/kebenaran.
Dari
81 karya puisi yang disertakan dalam antologi puisi ini tentu saja ada
beragam tema yang ditampilkan, bertema cinta, kerinduan, kritik sosial,
religiusitas, atau tema lain yang saya tidak pahami, namun tetap indah.
Tema cinta pun tidak terbatas cinta antara laki-laki dan perempuan,
termasuk juga cinta kepada Tuhan, kepada orangtua, kepada anak, cinta
kepada tanah kelahiran, sedangkan tema kritik sosial pun bukan hanya
kritik terhadap kondisi politik, pemerintahan, tapi juga terhadap
perilaku kehidupan manusia yang dinilai lebih mementingkan keduniawian,
dan melupakan kehidupan akhirat. Perenungan-perenungan indah yang
dikentalkan dalam bait-bait puisi di antologi ini tentulah bagian dari
perkembangan perpuisian dan kepenyairan di negeri tercinta ini.
Dengan
segala keterbatasan yang ada pada saya, saya hanya dapat menyarankan
kepada penyuka puisi, dapat menelisik lebih jauh dalam lembar-lembar
buku antologi puisi “Carta Carfalla” bila ingin tahu banyak. Akhirnya
saya ucapkan selamat kepada, Ari Ryan Pasalimapuluh, Refdinal Kelana
Mimpi, Erik Nusantara, Duta D, Muchlis Darma Putra, Aby Santika, Pidri
Esha, Asrty Anjani, Ririen Wahyu Setiarini, Buana Kembara Senja, , Alex
Beyour Self, Elang Senja, Larung Biru, Ninkz Saje Laa, Maduretna Manali,
Syamsul Noor Al Sajidi, Sugiyatno DM, Jo Prasetyo, Endik Koeswoyo, DF
Samsara, Rakai Pemanahan, Karang Farfalla, Aan Berdarah dan Bidadari
Senja Mulia. Kreatifitas dan usaha kalian patut diacungi jempol…!
Yogyakarta 16 Februari 2012
Wadie Maharief/Suka Puisi/Tinggal di Yogyakarta
Antologi Puisi CARTA FARFALLA "Jejak Pelangi Aksara", Juni 2012
Penerbit Tuas Media Banjarmasin
Tebal 155 halaman
Cetakan I
ISBN 976-602-7514-12-6
ISBN 976-602-7514-12-6
Editor : Pidri Esha
Cover Design : Maduretna Menali
Tata Letak : Pandawa Lima Aksara & Tuas Media
Penulis : Duta-D, Pidri Esha, Embu Tara Ratulloly, Maduretna Menali,
Alex Beyour Self, Refdinal Muzan, Aby Santika, Jo Prasetyo, Asral
Sahara, Muchlis Darma Putra, Endik Koeswoyo, Ririen Wahyu Setiarini,
Ninkz Saje Laa, Sugiyatno DM, Syamsul Noor Al-Sajidi, Astry Anjani, Ari
Ryan Pasalimapuluh, Erik Nusantara, Yuyun Ika Wardani, Rakai Pamenahan,
Aan Berdarah, Buana Kembara Senja, Larung Biru dan Elang Senja.
Apa kata mereka tentang Carta Farfalla?
"Dua puluh empat Penyair yang menghimpun puisi mereka dalam antologi
ini telah menganyam kata-kata bertuah menjadi mosaik cinta dan kasih
sayang yang agung dan suci untuk tanah air, bangsa, negara dan Tuhan.
Dalam kemudaan, mereka tertawa kepada bumi dan alam raya."
(Korrie Layun Rampan, Sastrawan Indonesia, pendiri dan pengelola Rumah sastra K.L.R dan PDS Korrie Layun Rampan)
"Dan Puisi adalah cahaya yang membangun energi, semoga bangsa ini kembali berbudaya."
(Acil "Bimbo", Musisi dan Seniman)
(Korrie Layun Rampan, Sastrawan Indonesia, pendiri dan pengelola Rumah sastra K.L.R dan PDS Korrie Layun Rampan)
"Dan Puisi adalah cahaya yang membangun energi, semoga bangsa ini kembali berbudaya."
(Acil "Bimbo", Musisi dan Seniman)
Salam Kebaruan ^^
Sumber :
0 komentar