Mengambil karya orang lain,sama saja menipu diri sendiri

Protected by Copyscape DMCA Copyright Protection

Baju Pantun " Daun Sirih " Production "

Baju Pantun " Daun Sirih " Production "
harga Rp.110 ribu ( sudah termasuk ongkos kirim ) boleh pesan satu baju . DO 3 hari sampai ke alamat pemesan. jenis bahan cotton combed 30S kain cukup tebal. ada lengan pendek dan ada lengan panjang, all size ( semua ukuran ada ) , tersedia warna dasar baju putih, hitam dan kuning. cara pemesanan bisa melalui inbox Ari Ryan Pasalimapuluh atau kontak ke nomer 081275186437

Antologi puisi REQUEIM BUAT GAZA

Antologi puisi  REQUEIM BUAT GAZA
Telah terbit Antologi Puisi " REQUIEM BUAT GAZA " karya Gempita Biostory Grup ( Media Jejaring Sosial / Fb ) Tahun 2013. Judul : Antologi REQUEIM BUAT GAZA 31 PENYAIR - 182 Halaman - Pracetak : KOr@nMEdan - Cetak : GEMPITA BIOSTORY INDI - Edisi Tahun 2013. Bila rekan-rekan ingin berpastisipasi dan sekaligus memilikinya, silahkan menghubungi kami di inbox. Terimakasih 30 Maret 2013

BUKU ANTOLOGI PUISI CARTA FARFALLA penerbit ; TUAS MEDIA

BUKU ANTOLOGI PUISI CARTA FARFALLA penerbit ; TUAS MEDIA
CARTA FARFALLA BLUE (Jejak Pelangi Aksara, 2012) Penerbit ; Tuas Media Banjarmasin Tebal ; 155 halaman ISBN : 976-602-7514-12-6 Editor ; Pidrian Syaikhal harga ; Rp. 25.000,- (belum termasuk ongkir)

Antologi puisi " Bukittinggi,Ambo di siko ( 39 Penyair Nusantara )

Antologi puisi " Bukittinggi,Ambo di siko ( 39 Penyair Nusantara )
Antologi puisi " Bukittinggi,Ambo di siko ( 39 Penyair Nusantara ) Katalog Dalam terbitan ( KDT ) Bukittinggi,Ambo di siko Pare, Penerbit FAM Publishing xvii+ 154 Halaman ISBN: 978-602-17404-7-7 Cetakan 1,Februari 2013 Penulis : 39 penyair nusantara Harga Rp 41.000 ( belum termasuk ongkos kirim) cara pemesanan,bisa melalui inbox fb saya atau melalui penerbit FAM,call centre : 081259821511

DESA RANGKAT

DESA RANGKAT
DESA RANGKAT menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda, datang, bergabung dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)

Blogger templates

MAP 2D


Ariyanto. Diberdayakan oleh Blogger.

Hening segalas kopi pahit
hening dalam penat
membuat rasa tak menghambat.
Di bangku ini aku selalu berkata umpat
pada lembaran kenangan pekat

Aku meraba kembali katakata sahabat
yang sering kita ceritakan pada kisah hidup
tertawa
menangis.
putus asa
gelisah
kebodohan
kita bingkai bersama lantunan jalanan


Kini aku hanya meraba kenangan itu
menikmati setiap inci kerinduan itu.
Kemana tak kembali padaku saat ini ?
Kenapa hanya tawamu membayang tak berarti ?

Dua ribu tiga bulan sebelas tanggal sebelas
dirimu diam tak acuh pada tetesan air mata
saat itu pilu sembilu mentertawakan kita berdua
perpisahan jua memeluk kita penuh buas

Hening segelas kopi pahit
hening dalam penat
bersama akhir tahun aku mengingat
suara petikan gitarmu sahabat


Pekanbaru;
29Pasar12Lima2011Puluh
(Untuk mengenang 8 tahun almarhum Sahabatku)



Pejalan Malam 2

Selasa, 27 Desember 2011 0 komentar

jemarijemrimu begitu lentik memainkan dawai malam
mengalunkan nyanyian para perindu romansa
suarasuaramu begitu menusuk pada lembaran kesunyian kelam
menusuk hingga tetesan air mata mengalir penuh rupa
Aku ingin melebur bersamamu pejalan malam
mengiringi setiap langkahmu mencari arti hidup
dibawah betonbeton yang berdiri angkuh

Matamata itu memandang lirih
memandang jauh penuh gundah
tak sedikit pun tenang tak punah

Seutas senyuman mulai memudar licik
menghambakan religi kemunafikan
dalam tenang aku kelam
dalam kelam aku tenang
bersama dawai malam aku berdo'a lantang
beri aku setetes ketenangan untuk para pejalan malam
biar ku tau tingginya langit.
dan
tawa setiap anak jalanan





Tragedi

Jumat, 23 Desember 2011 0 komentar

Berdarah dan berdarah
nyawa tak berharga
mati di tanah sendiri

Salah siapa?
Siapa salah?
Pertanyaan bodoh !

Tangis dan Tangis
Anak tak berbapak
Ibu menjanda


Salah siapa ?
Siapa salah ?
Pertanyaan basi !

Kian tak tau duka
Kian tak tau derita
Kian tak tau neraka

Ah..!
Semunya berjanji
tak putus tragedi
pada tanahku sendiri









Di Bawah Rinai Gerimis Januari

Selasa, 20 Desember 2011 0 komentar

Germicik nyanyian anak hujan membuai
membuai angan pada ujung tari
tak sedikit getaran nokta kata memberi
memberi kesyukuran menikmati hari.

Basah.
Dingin.
Tiap ku bersuara

Basah.
Dingin.
Tiap ku merindu

Membias lentera wajah di benakku
wajah tiap inci percikan hujan.

Bulan Januari memuji pertemuan
kenangan itu kini tetap di pangkuan.
Desember ini aku menatapmu

Waktu hampir dua tahun memberi cerita
ceritacerita tiap rintik rinai cinta
Desember ini aku berharap padamu

Sekilas segalanya begitu terharu pada tiap detik
Sekilas segalanya begitu mempesona germicik

Di bawah gerimis Januari itu penyatuan tak pernah lupa
saling memberikan senyum penuh pesona



Kau aku tak lupa itu kita sama menikmati rinai hujan
saling menyapa bersama diatas dinginnya jalanan
bercerita tiap detak pertemuan yang lama tak bersua

Kini kembali kita bersama mengingat nyanyian gerimis
Di kota ini kita membuka rasa
Di kota ini kita sehati
Di kota ini kita membagi mimpi

Di bawah gerimis bulan Desember, ku tulis
untukmu rinai gerimis Januari.
Dan.
Aku menunggu terus Januari bersama kisahmu
























Balada Pemulung

Kamis, 08 Desember 2011 0 komentar

                    /
Tertatih membawa keringat membasah
berjalan terus tanpa hiraukan kerikil tajam
berbaju kusam membalut tubuh lusuh
memilih apa yang bisa perut diam
di sisasisa pembuangan

Sekian kali kau lewat di mataku
Sekian kali pula aku merasakan hidupmu

Dari tiap langkahmu memberikanku hidup
dari tiap tanganmu mengobrak abrik sampah
Aku hidup.
Aku makan.

Semilir senyum terus itu aku tunggu di bibirmu
membuatku tak melupakan matamu
dalam anganku selalu bersamamu
bersama mengarungi pahitnya penderitaanmu

Aneh mengerumuni tanya pikiran kepalaku
tak mengerti ini hidup
Tapi.
Kesabaranmu menguatkan hatiku.
Inilah jalanmu.
Tetap bersyukur di hatimu
Di sisi itu aku membunuh keanehan kepalaku

Ya,tak ada yang aneh dalam lautan hidup
selalu tenang dalam perjalananmu

                   //

Pembuangan sampah ladang gandum yang ramah
biarpun dengungan lalat merayumu
namun itu kenikmatanmu untuk hidup

Pembuangan sampah rumah rezekimu
biarpun ulat belatung menari indah di matamu
namun kehalalan selalu tak jauh darimu.

               ///

Istri
Anak.
Menanti senyummu
Menanti belaianmu
Di saat kelambu senja membalut matamu.


Aku pun menantikanmu.
menantikan ceritamu
karna disitu aku menemukan arti hidup.







Membentang perjuangan diatas semangatu
peluru membaur penuh ganas diatas tubuhmu
tak gentar sedikit jiwajiwa dengan bambu
membara berapi mengibarkan negaramu

Tak penting nyawa terlepas di badan.
Tak penting keluarga tertinggal tepian.
Tak penting segala berhancuran
Satu kata yang selulu abadi. "Merdeka"

                    //

Kini tubuhmu terbaring di kardus usang
diam membisu tepian kumuh gersang.
Kini diatas kardus usang di sore itu
menikmati hasilhasil perjuanganmu dulu.
Kini jejakmu mulai terhapus keangkuhan
tak terperhatikan dalam pengasingan.

Begitukah balasan ?
Begitukah kemerdekaan ?
Begitukah harga perjuanganmu ?
Pertanyan pedih di hatimu.

Jejakjejakmu terkubur kegalauan
terhapus debu kehidupan.
Tersingkirkan dalam ruang hitam
dilupakan kemeredekan

                 ///

Perjuangan itu terus berkobar ditubuhmu
mempertahakan kehidupanmu.
Tak sedikit keringat menguyur tubuhmu.

Di atas kuburan tua itu kau tersenyum
memberikan kabar pada se-perjuanganmu
"Kau telah merdeka kawan,aku masih berjuang"
















Lintah Darat (K)

Selasa, 06 Desember 2011 0 komentar

Senyum menawanmu membias ketertarikan
memberi segala kenikmatan pada ke desakan
berlagak penolong bermurah hati
berapa selalu dikeluarkan tenang menanti

Tiap pagi dirimu datang membawa tagihan
terbayar senyumanmu terbuka tanpa basa basi
muram wajahmu tak terbayar tanpa kasihan
segala apa yang ada diisap tanpa ampun.

Gelarmu semakin semarak di pasar
Lintah darat.
Julajula tembak.
Rentenir.
kian ganas memakan untung berlipat.

Sekian kali juga dapat pelajaran
lari hutang semua yang dipinjamkan
memburuk wajahmu hitam amarah
namun keuntunganmu tak punah.

Riba tak peduli itu dosa bagimu
uang dan bunga itu tawamu
merampas isi segala kesusahan
makan memakan itu pendirian

Amarah sumpah serapah itu gurauan
air mata tak dipedulikan yang bersusah.

Kau beri modal
kau makan laba
kau siksa tangisan
kau tampar kegelisahan
disudut itu kauberkerja

Ah..
Lintah darat yang begitu manis
menghisap tanpa ampun.





Sajak.Puisi.Syair Anak Jalanan

Minggu, 04 Desember 2011 0 komentar

Kemanakemana hari berputar sekalis wajah hambar
kian membuka kesunyian tepian dekap asing
kaulesu suara dikerongkongan pudar
matamata kaumerah menyalah lelah tenang

Jangan ganggu aku..!!
Jangan tipu aku..!!
Jangan daya aku..!!
Itu sulit kumendiamkan dungu.

Tarikan nafasmu mengubah
semangatmu menyala sudah
tiang itu kauterus bersuara meludah
tak peduli aku mati dalam syairmu punah

Keringat dari poripori meledak panas
tak kauhiraukan telingatelinga yang haus
ini tak dapat kutahan dari kelaparanmu membius
sekian dan sekian kaujual murah syairmu menganas

Kaubilang hanya untuk hidup.Sajakmu itu ?
Kau bilang hanya melepas diam.Syairmu itu ?
Kau bilang hanya melepas duka.Puisimu itu ?

Aku kau jawab
Untuk membela periuk nasi.
Aku kau jawab
Untuk sewa kardus tidur.
Aku kau jawab.Terakhir
Untuk senja diujung mimpi.

Jalanan.
Bis kota.
Terminal.
Rumah kumuh
Di bawah jembatan
Emperan toko.
Aku kau bersajak

Sajak.
puisi.
Syair
Aku kau selalu hidup.

Sekilas wajahmu bermain diatas reranting itu
memainkan alunan kerinduan para pembantu
tak lepas aku menikmati diatas pelaminan biru
melepas segala desah suaramu

Tenang jiwamu mengalir di debur ombak jalanan
tak sedikit panas itu membuatmu membatin
kulit hitammu seakan memberikan harapan
tak ber-bapak itu terasa tiap langkahmu yakin
yakin bertahan disetiap megahnya gedunggedung beton

Di tanganmu mengalir kekuatan untuk kemenangan hari ini
kerja tak peduli kadang itu nyawa taruhan.Tak peduli !
Nyanyianmu terus menghibur tatapan kehinan
namun nyanyianmu selalu tersimpan kekuatan batin.
Untuk selalu berjuang di jalanan.
Untuk senja ujung senja penuh harapan


                             //

Malam bercumbu bersama dinginnya mata merahmu
merebahkan penatmu diatas kardus bekas.
Tak ber-ibu itu terasa kadang di batinmu
namun dirimu selalu bahagia dimimpi termanis


Kini merayu matamu pada alam mimpi
mengharapkan suasana pada kerinduan.
Di sana dirimu ingin bapak ibu.
di alam mimpi penuh kebahagianmu.

Di bawah jembatan yang angkuh
semuanya mimpi dirimu tertulis








Paralog Alam

Kamis, 01 Desember 2011 0 komentar

Tangis mengalir tenang ujung hutan
berserak keraguan buluh bambu
terpikirkan tentang norma ragu
mati rasa kelabu jingga ungu

kian dirasa detang jantung melemah
datang dan pergi pelangi kata
bercumbu keindahan debu pepohonan mati
begitu burung memberi kabar pada alangalang

Hitam bening aliran bertuba
bangkai berpesta lalat menggema
tak ada tarian warna sisik dalam telaga
begitu ikan memberi kabar pada tepian kali

Kering retak ujung kehausan insan
menggeliat tubuh kaku diam
vital merintih humus hambar keras
tiap menancap beton ujung kering
mati tak berlendir tubuh kering
begitu cacing memberi kabar pada tanah seberang.

Mata kaku tancap tanah pusaka
tertawa puas kakikaki baru
terbuang jauh badan asli kenangan lama
tarian murni kaku sendiri di ranjang usang
lingkaran malam hening tak bermanfaat
tarian asing tiap ujung mata mengiurkan
lama dan lama semua hilang tak berbekas
begitu tarian memberi kabar pada lengaklengok alam

                   //

Raja tinggal rintihan tahta
Penghulu tak tenang bahasa ibu tersingkir

Kian kelam dan mati
alam murka tangisan tawa
sumpah serapah bersenda gurau nyawa
mayat cacing engan makan
terasa itu perusak lukaluka serakah

Mengalir air hancur duka rumah desa
sawah mati kuning tak ber-beras
tinggal kelaparan tiap isi perut
tani tangis tiap dalam gubuk
tawa serakah gedunggedung megah










Biasaku pulang kampung disambut dinginnya gunung
Biasaku pulang kampung disambut pasukan hijau
Biasaku pulang kampung disambut nyanyian burung
Biasaku pulang kampung disambut musik aliran air tenang.
Kini panas gunung
Kini pasukan tembok.
Kini nyanyian rintihan
Kini musik kematian.


Biasaku mendengar panen beribu
Biasaku mendengar cerita legenda dulu
Biasaku mendengar suara nyanyain adat suku
Biasaku mendengar pesta para penghulu.
Kini panen mati layu
Kini legenda kuno bisu
Kini adat bungkam pilu
Kini penghulu dungu.


Biasaku bersama pituah ninik mamak
Biasaku bersama bimbingan keponakan
Biasaku bersama pangkuan anak

Pituah sunyi
Keponakan pergi
Anak hilang pengati

Rumah adat berhantu
Rumah adat tak tentu


Rasa
Periksa
Malu
Sopan.
Empat kata sakti
Kini dirasa perlahan mati.

Hilang alam
Hilang kebiasaan
Hilang kebersaman
Hilang pusaka
Hilang tatakrama.
Apa kaumerasa ?
Apa kaulupa ?
Apa kaubercerai ?
Apa kaujual ?
Apa kauasing ?

Ah...!!!
Kini ku pulang disambut keterasingan.
Kini ku pulang disambut budaya asing.







Jalan Ini

Jumat, 25 November 2011 0 komentar

Jalan ini
Tidur tak pulas kami
alas kardus saksi
emperan toko bermimpi

Jalan ini
Tak nampak berdasi
hanya caci maki
lari menepi

Jalan ini
Badan berdaki
tergusur dengki
maut mendekati
perlahan mati

Jalan ini
Suara bungkam sepi
dingin selalu bersemi
habis segala alami

Jalan ini
Mata menatap negri
jadi budak rumah sendiri
tergiur asing membeli
jauh sekali dari janji

Jalan ini
Semua paksa disukai
semua aku benci.
Apalah daya badan tak mati
terus menikmati tawa para pendatang dengki


Jalan ini
Aku asli tanah ini
perlahan akhirnya terbunuh jua di jalanan ini



Renungan (K)

Rabu, 23 November 2011 0 komentar

Hijau makan hilang
dedaunan hilang.
Nyanyian burung hilang.

Air mengalir hilang
ikan mati terbentang.
Anyir menyerang
gatalgatal meradang.

Tertawa puas meransang
Tangisan terasa dibawah.

Hilang pusaka bertuan
punah luntur ketenangan.

Tinggal pemandangan tembok tepi sungai
air mengalir hitam penuh tebengkalai.

Alam asli malang
sumpah serapah para bintang
merayu bencana menghantam petang
nyawa melayang,mayat berkapang.

Ulah siapa ?
Tangan siapa ?
Tangisan siapa ?
Mayat siapa ?

Tiap suara menyalahkan.
Tiap tangan memusnahkan.
Tiap air mata penyesalan.
Tiap duka mengalir badan.

Ah..!
Itu sesaat.

Renungan tinggal renungan baka
Untuk alam Indonesia kita

Tua Tak Sadar

Kamis, 17 November 2011 0 komentar

Tua tak sadar
Menikmati keangkuhan sadar
bercumbu bersama nyanyian dunia
melupa anak cucu bersama keluarga
bersenandung kutukan duharka

Tua tak sadar
Bermain umur berbau tanah
bergaya pada malam penuh sumpah
tetap dunia berpesta putih darah
tak peduli rasa hampir punah.

Tua tak sadar
Setan tertawa,ini surga
Malaikat kiri kanan di kata dusta
dosa nanti jadi bahan perhitungan
jelas puas apa yang dirasa jasat batin

Tua tak sadar
Mabuk indah pelukan api membara
membakar jutaan zina ingin selalu dirasa
tobat hanya mainan kata jelmaan nista
begelut tetap desah kenikmatan nafsu purba.

Tua tak sadar
Agama hanya ocehan lama
dah tau itu tak tergoda

Tua tak sadar
Dunia lama tak mati
tetap menghirup udara kesenangan dunia.

Tua tak sadar
Saat sakit datang menyapa
disitu tau umur tua

Tua tak sadar
Maut mencabut jiwa
disitu tau dimana keluarga
disitu tau dosa
disitu pertobatan tak menyapa

Tua tak sadar
tetap menari tak sadar







Seperti biasa mereka datang
Malam.
Sepi.
Membawa berbagai ikatan pecundang

Seperti biasa mereka datang.
Rintihan.
Lolongan.
Mencabik-cabik tuh tinggal tulang.

Seperti biasa mereka datang
Umpatan.
Caci maki.
Membasahi kulit dingin meradang

Seperti biasa mereka datang
Kenangan.
Kerinduan.
Mengerumuni otak pikiran usang.

Seperti biasa mereka datang
Istri.
Anak.
Menusuk hati penyesalan tak tenang.

Seperti biasa mereka datang
Bermungka masam.
Bermungka buram.
Nafas terasa pahit menghisap udara menentang.

Seperti biasa mereka datang
mencampakan sinar petang
memasukan siang kedalam malam.
Ah..!
Aku tetap terbuang
terbuang jauh bersama pecundang

Seperti biasa mereka datang.
Aku lah si tua adat budaya dicampakan kenangan
dimakan kebudayaan asing.





Nasib
Hari biasa ia datang seperti biasa
penuh senyum sejuta cerita
begitu selaluku tunggu ujung senja

Nasib
Si tua lama bagiku itu muda
kulit mengkerut seperti jalan kehidupan
membentuk pola dunia likaliku
begitu gambaran indah di langit biru

Nasib
Mata merah tak panas letih menentang api
perapian tempat pembakaran dengki
hangus hitam kelam hidup yang dijalani.
Menguning jingga pada penutupan siang merinai
tangis hiburan naluri terbias mimpi.

Nasib
Hari ini ia datang seperti biasa
penuh sejuta cerita
begitu selalu datang dan pergi.
Di ujung senja aku dan nasib menari
menari indah untuk selalu mensyukuri
segala apa yang didapat dalam hidup ini


18Pasar11Lima2011Puluh













Merdeka Mati Merdeka

Jumat, 11 November 2011 0 komentar

Merdeka...!!!
Mati...!!!
Merdeka...!!!
Peluru membabi buta
Darah beruba
Nyawa berbakti
Demi satu kemenangan duka

Merdeka...!!!
Mati...!!!
Merdeka...!!!
Mengibar bendera
Menghormati segala puji
Demi pembuktian negara

Merdeka...!!!
Mati...!!!
Merdeka...!!!
Serentak suara berbakti nusa
Kemenangan proklamasi
Demi bernama nusantara

Merdeka...!!!
Mati...!!!
Merdeka...!!!
Tarian bambu kuning berbangsa
Mengusir penjajah durhaka mati
Demi kebesaran pusaka

Merdeka...!!!
Mati...!!!
Merdeka...!!!
Tinggal kuburan dikenang pemuda
Pembuka kenangan pahlawan tersemati
Demi senyman para penerus bangsa

Merdeka...!!!
Mati...!!!
Merdeka...!!!
Kini semuanya peduli lupa
Lupa kebanyakan tak berbakti
Hanya tau atau lupa ini merdeka.

Merdeka...!!!
Mati...!!!
Merdeka...!!!
Suara tinggal suara
Semangat tak dilupa diri
Kami pemuda penerus bangsa
Selalu mengenangmu para pejuang bangsa

11112011



Gadis Penunggu Api

Senin, 07 November 2011 0 komentar

Menari-nari indah sinar cahaya kuning kebiruan
meliuk-liuk penuh makna dalam artian.
Menatap menerpa wajah manis penuh harapan
tarian indah cahaya kuning kebiruan
senyum manis pada penantian.

Menatap jauh kerinduan ujung cahaya kebiruan
membuka kata para penyair muda tepian
membaca syair kejujuran pada cinta harapan
ujung pasar penuh kerinduan.
Membias sekilas wajah pria cahaya kuning kebiruan
disana hati bertanya penuh kesucian

Merah pipi gadis manis
bersama merah bara cahaya kuning kebiruan
mewarnai hati tak diam lidah cumbu kasih

Gadis penunggu api
gadis manis penuh harapan.
Senyum indah pada cahaya kuning kebiruan
senyum manis penuh cinta



Darah

Minggu, 06 November 2011 0 komentar

Di ujung pena itu kumerasakan darah itu mengalir
darah yang begitu sunyi
namun darah itu begitu deras mengalir
membiusku dalam kegelisahan takdir

Tanganku tak kuasa untuk menahan gejolak
gejolak kutukan para pejalan malam

Aku kaku ruang gelap
darah itu terus menghujam
mengempaskan segenap jiwa gelap

Tiapku menahan
tiap itu darah mengempaskan jiwaku

Aku lupa,aku bukan penulis
Aku lupa,aku bukan cerpenis
Aku lupa,darah itu yang memvonis
selalu untuk menulis

Noktah Aksara

Sabtu, 05 November 2011 0 komentar

Wajah-wajahmu berterbangan angan
menyudutkan jiwa kelam penantian
menghujam keserakahan jiwa kebosanan.

Jenuh datang membawa secarik asa
mengobarkan noktah aksara penitahan.

Jangan ganggu aku duka
aku ingin semuanya seperti kaca
nampak segala apa yang berkaca
kaca tak pernah berbohong nyata.

Jeritan pendosa tak pernah bungkam
membawa kegamangan para pendendam.
Aku coba memahami aksara tua
biar tau sedalam mana derita.
Aku coba menulis aksara cinta
tanganku diam seribu kata.

Aku hanya ingin bercinta.
bercinta bersama gadis-gadis noktah aksara
itu aku ingin dari semua dunia
melepas segala nafsu pusaka padamu dara.



Demi Cinta

Jumat, 04 November 2011 0 komentar

Gemuruh hari badai lautan
terombang ambing ketulusan
sendiri bunda  di atas sampan ganas lautan
menuju tanah seberang kehidupan

Teriak tangis nafas bergejolak
sakit mendayu diri menahan siksa
bertahan tiang harapan anak
mengantarkan benih kehidupan jiwa

Tangis terdengar penghibur jiwa
genggam tangan kuat batin
Lupa sakit.
Lupa maut.

Demi kelahiran benih cinta.
Aku pun lahir.











Aku Dungu Dengan Cinta

Senin, 31 Oktober 2011 0 komentar

Aku selalu dungu dengan cinta
tak terjamah segala kampung romunsa
jauh begitu jauh.

Aku selalu merasakan cinta
lekat di jiwa penuh duka
dekat begitu dekat.

Titian malam aku coba memahami cinta
bersama alunan nyanyian para pejalan malam
tiap suara hanya cinta
hanya suara dan terus suara

Pekanbaru; 31Pasar10Lima2011 








Aku Dan Cinta

Selasa, 25 Oktober 2011 0 komentar

Membias senyum ujung pasar
terbawa keindahan cinta
aku diam untuk samar
begitu resah jiwa menyuka

Berharap tak pernah mati
selalu membuka keyakinan
aku tenang bersama sepi
merindu kehampaan batin
walauku tau cinta sulit dinikmati.

Ujung tenang kumulai merasa
merasakan begitu jauh cinta
namun aku selalu untuk memahami cinta









Senyuman Emperan Kota (D)

Minggu, 23 Oktober 2011 0 komentar

Berterbangan mimpi jauh angan
senyum lamunan memulai keinginan
menggapai keangkuhan hati kudian
tetap kenyataan dirasa emperan kalian

Ruang tiga kali empat tersusun rapi
merapikan relung jiwa menerima sepi.
Bapak.Menerapkan perjuangan diri
Ibu.Mendongengkan alunan peri
Anak.Terlena kata kedua hati
Mencoba terus membersihkan kesabaran hati
dari tiap debu kebosanan dengki.

Terima segala ada.
Terima segala tak sia-sia.
Terima segala kenyataan.

Do'a terus terucap
bersyukur terima takdir.
Keluarga emperan kota tersenyum bahagia.












Tetesan Kenangan

Sabtu, 22 Oktober 2011 0 komentar

Tetes demi tetes kenagan membasahi tubuh
meresap masuk kulit hitam
merasakan dingin tiap sudut gundah

Jemari mulai memaknai tiap tetesan

memahami yang datang dan pergi

Selalu cerita membekas tiap malam
meningalkan embun kerinduan diam
tak sedikit lelah kadang mendendam
harapan selalu jadi titian senyum

Tetes demi tetes dirasa untuk ungkapan
pelajaran diri selalu memuaskan
walau berat menerima goresan kenangan
disitu semua dimulai pencarian untuk cinta




Kelam menyulam angan lurus tepian jalan
rintik hujan begitu manis menyentuh tubuh
membuka tabir kerinduan angan.
Angan pada setiap menit kehidupan
mengores cerita lama pada catatan musibah

Membias keterasingan kini ujung luka
luka pemberian kata ujung bibir kesetiaan

Butiran rintik hujan membuka wajah
wajah manis telah hilang ditanam tanah merah
meninggalkan duka dalam ujung lidah

Pada setiap tetesan rintik hujan disana ada gelisah
Setiap bernafas.
Setiap memandang.
Setiap melangkah.
Terukir senyum kebahagian pada kenangan lama







Aku Bukan Penulis (D)

Kamis, 20 Oktober 2011 0 komentar

Aku bukan penulis
aku hanya seongok daging terbuang.
Terbuang kebisuan pengemis

Aku bukan penulis
aku hanya debu jalanan pengamen.
Pengamen nyanyian anarkis

Aku bukan penulis
aku hanya peluh anak jalanan.
Anak jalan yang terbuang sadis

Aku bukan penulis
aku hanya goresan usang kupu-kupu malam.
Kupu-kupu malam penikmati goresan luka tangis

Aku bukan penulis
aku hanya anak putus sekolah.
Anak yang tak berilmu cerpenis

Aku tangantangan yang tak bisa diam
berkerja tiap siang membuka pagi
menyentuh tiap tetesan keringat diam

Aku tangantangan selalu ingin memberi
memberi kepedihan hari yang selalu dilalui
tak kecuali pada ranting kering ujung diri

Aku tangantangan benci menampung
hina segala hanya bisa meminta kasihan
bukan itu ingin hidup walau tanganku hilang

Aku tangantangan masih bernyawa
hadirku selalu mensyukuri
segala pemberian Sang Raja Manusia

Meresap Malam Tubuh Dingin

Minggu, 16 Oktober 2011 0 komentar

Meresap malam tubuh dingin
berjalan kaki gontai basah
tikus sibuk makan
sisa mata aku pedih
membawa otak perbuatan
lorong pasar jalan sampah berjalan.

Tajam begitu serakah hati
memilih keinginan tak menanti
aku penanti rapuh hati
jauh menjauh cinta abadi
rokok dahaga nafsu berhenti
terasing dan terasing untuk ini.

Pergi jauh kau diri
buang jauh diri mereka perapi
dosa sekarang balut aku
pengampunan jauh aku.

Kawan
Ini perjalanan kita
segala keinginan kita do'a
namun apalah daya
takdir jua berkata.

Malam Kematian (D)

Sabtu, 15 Oktober 2011 0 komentar

Suara tangis menusuk malam dingin
rintihan nafas terus mendendam.

Aku mati...
Tidak kau hidup...

Berkecamuk jiwa laki ujung dendam
melawan keterasingan derita malam

Diam kau...
Aku tak akan diam...

Menyibak segala kutukan diri
menghantam jeruji keangkuhan mati

                    
Tak ada rasa kepedulian diri menyiksa
terus menahan mengigil keinginan dosa

Aku tak ingin...
Kau selalu ingin...

Membayang kenikmatan sesaat terus mendesak
tangisan pecah membasahi dinding terkutuk

Semua kelam.
Semua diam
Laki mati jahanam.
Setan narkoba tertawa puas tak bungkam.





|

Aku Rindu Alam Dulu

Kamis, 13 Oktober 2011 0 komentar

Cerita membuka tabur pemahaman hati
membuka ilmu alam penuh kata
hamparan jiwa meresap tepian diri
begitu kecil aku di alam semesta.

Keangkuhan merusak pemandangan murni
membakar paru-paru kesejukan batin
mencemari air bening kehidupan mati

Adat lama terbuang sayang pengasingan
sejarah asal nyanyian burung pagi sunyi

Cerita membuka pemahaman pilu
menutup ilmu alam penuh kata
hamparan jiwa mati dungu
begitu besar aku rindu alam dulu

Aku Berkerja Berbaju Kuning

Selasa, 11 Oktober 2011 0 komentar

Aku berkerja berbaju kuning
Bersenandung keringat titian siang
meresap impian siang pemberi tenang
deretan tenaga terus bertahan gamang


Aku berkerja berbaju kuning.
Keluar masuk segenap titipan.
Keluar masuk segenap kepercayan
terus senyuman mewarnai titipan
terus terimakasih mewarnai kepercayaan.

Aku berkerja berbaju kuning
Menatap berlari depan pasar
hilir mudik melepas bantuan
upah juga menjadi dasar
hanya seribu.

Aku berkerja berbaju kuning
Kadang kepercayan tak selalu datang
ditakuti kepercayaan hilang
namun harapan terus membantu tenang

Aku berkerja berbaju kuning
Terus berusaha menikmati hari

Ini aku berkerja berbaju kuning
untuk terus berkerja
demi titian hidup.
Dan
Aku lah si tukang parkir


Kau pelacur ?
Bukan.Aku perek.

Kau lonte ?
Bukan.Aku Astaba.

Kau ambai-ambai ?
Bukan.Aku kupu-kupu malam

Kau perempuan malam ?
Bukan.Aku sampah masyarakat.

Kau manusia ?
Ya..Aku manusia seperti kalian.

Pelacur.
Lonte.
Ambai-ambai.
Perempuan malam.
Kupu-kupu malam.
Aku juga manusia yang punya hati nurani.



Mata-Mata

Sabtu, 08 Oktober 2011 0 komentar

Sejenak tubuh mungil merasakan tepian angin
melepaskan rindu diam bisu ujung lidah
menatap mata basah gundah kenyataan
bersama mata-mata lain menghitung hari tersisih.

Sejenak tangan meraba kecupan perempuan
perempuan bersama dulu kasih sayang
suara panggilan berlari kecil bayang.Ibukah itu ..???
berpeluk menggapai bayang hilang.Dimanakah Ibu...???

Sejenak tubuh tersungkur tepian jalan
bergetar tangis kutukan
terdampar jauh kota tepian.

Sejenak tubuh mungil merasakan dunia jalanan
begitu dan begitu kini mata-mata itu bertaburan
bersama terik matahari jalanan.


Pekanbaru; 8 September 2011



Harapan Senyuman Pintu Rumah

Jumat, 07 Oktober 2011 0 komentar

Berlabuh seutas kata kerja
berkerja bertanggung jawab suka.

Lelah terbuai seutas senyum ujung rumah
dua nyawa harapan serpihan kelanjutan sumpah.

Kadang lajur kebosanan menyergap benak.
menusuk jiwa terasa kepedihan kanak.

Tak peduli itu tawa rintihan duka
anak peduli dalam keluarga
istri isyarat kekokohan jiwa.


Tenang selalu giat wajah untuk induk beras
Tenang hamparan pelukan anak beras

Senyum sambutan hangat diharap
pada senja pengantar pulang dipintu rumah



Kasih

Rabu, 05 Oktober 2011 0 komentar

Kasih...
Mari kita persembahkan cinta pada suci
biar tau sedalam mana sayang terpatri
halangan hanya permainan dengki
keyakinan membuat cinta tak mati


Kasih...
Sandarkan hati pada ketulusan
biar kita memahami arti cinta.

Kasih...
Hapuslah butir-butir bening matamu
selalu membasah di pipimu.

Yakinlah
Kita selalu untuk bersama.



Aku Yakin

Selasa, 04 Oktober 2011 0 komentar

Aku selalu tertatih siang.
Aku selalu menyepi malam.
Siangku perjuangan menyambut petang.
Malamku merenung titian diam.

Serpihan hati berharap.
Jiwa menyambut kenyataan.
Hatiku bertahan hidup.
Perih membuka gelisah jiwa pujian.


Mata perih tenang raga
Raga kumal berdaki
Tiap memandang itu duka.
Namun inilah daki takdir suci.


Hidup.
Waktu.
Jalani segala sulit untuk menang.
Menanti lain waktu lain dunia.
Itu aku yakin.





Ukiran Hati (A)

Kamis, 29 September 2011 0 komentar

Asa Indah menari-nari dibenak
khayal bagai diam kecil dalam langkah waktu
janji tak pasti akan kesolehanya
bak embun di taman harap.

Ketika cahaya mata membuktikan
cinta bertahta muliya
angan berterbangan
rindu merajut sukma.

Bila yakin telah dihati
jangankan gonggongan
angin ribut pun tak mampu mengusir
kecuali Tuhan berkehendak
gigih hati tiada berati.

Terasa sunyi.
Ketakutan menegakan sibulu roma.
Tak ada suara.
Tak ada sinar.
Tak ada kehidupan.
Hanya detak-detak harap berdenyut.
Ukiran rindu terpahat
didinding yang menangis.

Mana?
Dimana kehidupan?
Kini musnah sudah
tinggal puing-puing kerinduan
yang tenggelam di air mata.

Ya...
Hatiku mati.
Tinggal sunyi.
Kini asaku tahu mimpi.
karna harap adalah kecewa.

Tuhan...
Lihat kekosongan ini.
Dengan jeritan terkikis ini.
Terpakurku diatas bumi Mu
beri kehidupan dihati lagi.

Surya menjilat
menyentuh kulit kumuh noda jalanan
Kekurangan jadi unggulan
penarik hati yang berhati.

Pakaian lusuh bercampur kumuh
cabik berbau
tak dapat dimengerti
pembawa nasib atau tahtik
maksa mencari hati yang berhati.

Wajah memelas.
Tangan gemetar tengadah
Senyum ditekuk.
Sekedar mengharap receh
dari hati yang berhati.

Walau Rendah derajat
punya kewajiban perut.
Walau rendah martabat
punya keinginan hidup.

Ini aku.
Mereka sebut sampah masyarakat.
Ini aku.
Mereka usir,kasari.
Ini aku.
hanya sekedar membela jeritan perut.
Ini aku.
Mempertahan kan hidup
mengharap hati yang berhati.

Terpancar cahaya dari telinga kasih
terangi jiwa yang mengembara.
Damai di pangkuanmu
ketika terlelah melawan targis dunia.

Ibu.
Baris kata
Pituah.
Pembimbing jiwa.
Penyelamat badan arungi samudra kehidupan

Ibu.
Bermuara lelah setiap sendi
terukir juang di legam kulit.
Kadang kau ubah tenagamu menjadi sosok pria
demi sebuah hati.
Namun senyuman selalu di mataku.

Ditelapak kakimu.
Kadang kianatku membalas neraka di hatimu.
Ma'af selalu bermuara tanpa pinta.

Dinda

Senin, 26 September 2011 0 komentar

Melebur keringat siang dinda
membasahi kulit lembutmu
tetap terus berjalan tanpa denda
peduli itu rasa pada kehidupanmu

Meresap udara berdebu paru-paru dinda
tak dihiraukan segala para pecundang
keluarga penting memberi hidup bunda
kian hari kian aku tau dirimu tenang

Panas.Hanya desah keringatmu
Debu.Nafas kehidupanmu

Berdiri menanti pemilik titipan
tak pernah bosan menanti menjaga
tak sebanding aku merasakan upahmu
hilang titipan habis segala upah

Berbaju kuning ujung toko
cerita itu terus ada untukmu dinda




Menatap Hujan Rantau

Senin, 12 September 2011 0 komentar

Hari itu
Pagi kelam dingin perpisahan
derai hujan bersuara pilu
salam berat melepas tepian
basah air mata titian mendayu.


Hari itu.
Berkicau nyanyian murai
menembus jantung ranah.
Melapas Gonjong Rumah Gadang
hati meratap anak laki pergi

Hari itu.
Tapian merayu tetesan mulai kenangan
Surao kelam ambun permainan
kian jauh langkah kaki berat
kaku hati merantau titan adat

Hari itu.
Saluang menyibak rantau
Sarunai jiwa berkecambuk.
Bundo memeluk laki haru
Harapan air mata bundo,
memberi petunjuk.


Lepas aku.
Tangis aku.
Merantau aku.

Hari ini.
Di rantauku menatap hujan.
Di situ aku menangis rindu






Sepucuk Surat Titian Kata

Sabtu, 10 September 2011 0 komentar

Titian kata bernaung kucoba untuk memahami
segelintir suara selalu pahami diri
begitu sepi
begitu menanti.

Tersiar hati rembulan kenangan indah
bersama pemandu cerita menyentuh
meresap duka
membuka mata

Sekeliling mata senyum terbawa
terbawa pemberani berdakwa
melayang jiwa
melayang tawa.

Sepucuk surat titian kata
untuk rantau kini terbaca.

Uda...!!!.
Kata ibu bahasa asli
menyentuh gendang telinga rindu diri
jauh menyuruh ingin pulang asal negeri.

Adiak...!!!
Kata ibu bahasa asli
keluar berat menyadari
sabar balas akan pulang nanti.

Menari umpama untuk rindu
rantau jauh hati terasa menunggu
menunggu hari izin bersama kekasih dirindu.

Mata jauh memandang
menembus atap rumah tua
gelap sunyi.
Sayup terdengar suara telinga
membawa sinyal lapor otak
memahami berkerja pikiran mengenali
tangisan itu otak berbicara.

Mata mencoba membuka lihat
tangisan siapa itu ?.
Terlalu silau terasa tak nampak
anak kecil itu mulai fokus mata
Anak siapa ?.Itu aku.

Kamar apa ini ?.Berserakan
kaca pecah bertaburan
tempat tidur porak poranda
lemari bekas hantaman hancur
tangan darah terasa pekat mata terlihat
mata sekeliling tergambar ruang bertuba.

Darah luka anak.
Darah air matak Anak.
Tubuh lebam anak.
Sisa siksa baru,membekas
Itukah Aku ?.Iya.

Pedih mata sakit tak tahan pandang
gelap mulai gelap takterlihat
kembali semua keruangan
ruangan lain tempat kini
terjaga basah peluh badan.
Mimpi atau itu aku dulu?.Aku gelisah.
Gelisah pilu untuk mimpi nyata aku dulu.

Pekanbaru 19072011

Abu berterbangan indah
menempel jauh kulit pejalan siang
tak terhiraukan sudah
biasa bagi anak tak tenang.

Koran tangan peluh untuk makan
berdiri tegar samping berhala pengatur.

Merah :
Harapan membuka untuk hidup
mendekat kaca pembawa pembeli
berlagak bersuara
"Koran..koran...koran...!!!".

Kuning :
Harapan mulai untuk pergi
kaki melangkah untuk akhir berlagak
suara tetap untuk bersuara hati.

Hijau :
Kini kembali pada berhala pengatur
melihat segala harus bermacam kehidupan.

Harapan terus menunggu perintah berhala pengatur
untuk sedikit kehidupan berlanjut.



Melebur pemberian dingin malam
membawa setiap rintik air
aku menyatu jauh bersama malam
terbang melayang menuju tanah pesiar.

Aku selalu lemah dingin
kelakian tergoda perayu kenikmatan
dosa penghibur perbuatan
rintihan kucoba untuk melawan.

Habis segala mantra terucap
hilang akal pangkuan khyalan
aku berubah lesu mengecup
aroma bini jauh seberang penantian.

Belaian meraba sensitif tubuh
membuka aura kenikmatan sesaat
tangisan bertahan jenuh
coba menjauh kelakuan sesat.

Perang batin ini di rasa
kesunyian malam aku tersiksa
keyakinan agama coba bertahan
Akhir aku serahkan ini Pada Nya.

Pekanbaru 19072011

SMS Percintaan

Kamis, 08 September 2011 0 komentar

Silih berganti kata datang menjawab
mata mencerna layar kecil.
Otak berkerja memberi tau,tangan bergerak,
ganti berganti huruf di injak ujung jari.
Menanti dan menanti itu harap kiriman masuk.

Tak tentu pembawa kata tersesat
alasan melapor penuh jalan
termenung sesaat jari tak bergerak
balasan hanya ucap rindu.

Pagi
"Dah sarapan..?.
Dah jangan lupa sarapan"

Siang
"Dah makan siang..?
Dah jangan telat makan siang".

Sore
"Dah mandi..?
Dah mandi dulu".

Malam datang kata meninggi
membuka segala rasa
berandai jauh jasad dekat khayalan
pujian menjadi tiap kata.
"Aku rindu kamu..!!!"

Kantuk datang kata di tutup.
Tutup menutup mimpi bertemu
"Met tidur !
Mimipi indah,mimpi aku".

Akhir kata
"Aku cinta kamu"

Pekanbaru

Saat berkata mungkin pernah berdusta.
Saat berjanji mungkin pernah mengingkari.
Saat bercanda mungkin pernah menyakiti.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Kekurangan,khilaf milik manusia.
Marilah kita saling mema’afkan.
Selamat hari raya Idul Fitri 1432 H
Minal aidin walfa izin
Mohon ma’af lahir batin.




M.E.R.D.E.K.A

Rabu, 17 Agustus 2011 0 komentar

Menginginkan bangsa makmur
Engan janji palsu
Rakyat butuh kenyataan
Darah hentikan tumpah.
Embuskan saling peduli.
Kuatkan ekonomi
Adili seadilnya korptor

Suara teriakan menyesak.
perih segala dirasa dunsanak
para kecil teteskan keringat.
menatap dua warna berkibar hebat.
Merah.
Putih.


Merdeka...!!!
Merdeka...!!!
Merdeka...!!!

Jauh mata memandang
sejauh itu tangisan anak mengaung.

Merdeka negara itu sejarah
Pahlawan  itu gagah
Tumpah segala darah.
Itu kebangaan.

Kini
Ternoda berbagai kehitaman
berpesta pora kesengsaraan
terbuang ujung tangan mengadah
setiap lorong kehidupan.
Namun cinta tanah air selalu di rasa,
mengibarkan,menghormati merah putih





Deretan senja begitu indah
memberi segala ingin pulang.
Aku menatap lirih
jalan ini ku masih tenang.


Dahaga bermain ujung nafsu.
mengoda keinginan makan.
Bertengkar aku bertiga merayu.
tertahan melawan aku bertahan.

Semenit lagi...
Lama lagi..
Tidak..
Iya..
Dosa..
Ah !.Suara pengoda.
Aku tak akan percaya lagi

Batin.Lahir.
Menunduk coba iklas.

                                                      Pekanbaru 23082011






Coretan Emosi

Kamis, 28 Juli 2011 0 komentar

Terbuka pembuktian angan
terseok untuk bertahan
gersang otak
tertutup suara desak
keadilan tipu untuk tegak.

Suara sensai mencari duka
saling hancur menghancurkan kawan
biar tau ini salah benar segala
muka cari kebanggan
politik memuakkan.

Menangkan berusaha paling benar
perpecahan tawa itu kafir
berjalan akui musafir
iblis merayu neraka usir
keyakinan musnah luntur.

Kesatuan simbol kosong
biar tau satu
dalam berkeping-keping
uang segala merayu
tanah kelahiran hilang
hilang kuasa orang asing.

Pekanbaru;28072011

Laki Tukang Sampah

Minggu, 17 Juli 2011 0 komentar

Hujan menghantam  laki
menusuk kulit tulang
bergetar dingin tubuh laki
kerja dan kerja datang

Petir itu suara tak didengar
ingat hidup makan untuk anak
basah kuyup itu pembersih sadar
got selokan tempat tanak.

Bau dan bau itu tarikan nafas
tak peduli kuman penghancur kulit
tak peduli itu najis.
Ini hidup untuk hidup.

Mereka Juga Punya Cinta

Sabtu, 16 Juli 2011 0 komentar

Detak jantung berpacu
berpacu untukmu gadis
selalu ingin menikmati ruang berdua
membuka segala tabir para pencinta.

Mari benyanyi untuk hari ini
hari hati pemuja cinta.

Pegang tanganku yang awam ini
kan kubawa dirimu menelusuri segala taman
taman tempat kita untuk selalu berdua.

Lihat itu gubuk cinta
tak lain hanya gubuk
tak ada penerang
cinta kita penerang.

Maukah seperti itu gadis ?
hidup bersama anak pengasingan
sudut pasar kumuh
gembel kehidupan untuk hidupku berharap kita bisa untuk memberi cinta.

Mereka juga punya cinta
sama seperti kita.

Mereka juga punya penerang
sama seperti kita.

Sudikah dirimu menikah denganku ?
berpesta kita bersama mereka
mereka para orang tua yang dilupakan
lupa dilupakan zaman anak mereka
mereka akan selalu menghibur kita
bermacam dongeng cinta mereka tau.

Sungguh dirimu mau itu
aku pun begitu
ini cinta kita
ini kehidupan kita.

Ujung Senja

Jumat, 15 Juli 2011 0 komentar

Ujung senja kuberpikir
inikah hidup?.Hidup untuk hari ini
segelas cerita aroma kelanjutan hidup
membuka secarik pengalaman jiwa.

Lara terasa berat otak bepikir
tanah perkuburan menjadi jiwa
ayah bunda alam sana.

Sebatang kara itu bukan pilihan
takdir ketetapan untuk hidup
aku resah kadang ingin tak itu
namun waktu selalu berkuasa.

Ujung senja segala memberita
untuk pemberian segala mulai hidup
tetesan air mata tak berguna juga ingin itu
segala terasa basah wajahku mulai tua.

Bukan itu aku, aku goyah
tapi berapa sudah aku lupa
lupa tentang keinginan hidup
selalu terpacu diam seribu kata

Ya,,,,
inilah hidup untuk selalu hidup
ujung senjaku mulai hidup untuk kehidupan.

Dinding Lembab Sepi

Kamis, 14 Juli 2011 0 komentar

Seiring malam sendiri peduli
berpikir rasa ingin melewati ini
bersandar bersama tembok lembab
merasakan dingin menusuk sum-sum kelakian ingin.

Cerita lama bergentayangan
membuat selalu terulang kembali itu
terus menghantui pikiran tuan
meringis jauh suara jauh pergi
menahan tusukan berdarah kerinduan malam.

Segelas penuh hampa hambar rasa
membasahi kerongkongan hina sepi
begitu juga harapan,berbaring tikar tua
menunggu tak pasti kenyataan.

Lidah kaku tuan menyiksa
luka berdarah tuan diam
sesak dada bosan hidup sepi
tuhan tetap tertawa kebodohan.

Aku..
Pejalan malam melihat
palsu segala durhaka
begini dan begini bimbang
kali tiap malam ingin bebas
terjauh wajahku lihat keinginan terpendam
dinding lembab terasa kutulis
merasakan ini kehidupan sepi malam.

Pitaruah Ayah

Rabu, 13 Juli 2011 0 komentar

Naskah ini dibuat oleh : Dr. H. K. Suheimi, yang merupakan saduran dari kaset biduran minang dengan nama "Pitaruah Ayah" pituah ini  disusun dan  sampaikan oleh  mamak Yus Dt Parpatiah. Mudah-mudahan "Pitaruah Ayah" bisa manjadi padoman bagi kita semua.




Nak kanduang sibirang tulang, buah hati limpo bakuruang, ubek jariah palarai damam, sidingin tampa di kapalo. Kamari-mari molah duduak, ado rundiang ayah sampaikan. Kalau diliek dipandangi nak, dicaliak umua nan tapakai, badan Ayah baransua tuo, kini manjalang anam puluah. Hari patang mantari turun, awan di barat merah sago, malam nan tidak lamo lai. Nyampang tibo saruan Allah, aja sampai capek paminto umua alah tibo dijangkauan.
Tabuah digoa tigo-tigo, badan baganjua baliak pulang katampek asa mulo jadi suruik ka tanah nan sabingkah. Badarun aia pamandian, ba lasia bunyi cabiak kapan, dikocong dikabek limo, cukuik satanggi jo aia bungo. Bararak tandu ka surau, tibo di surau dibujuakan, mairiang shalat ampek takbir. Kini manuju ka pusaro, iyo ka pandam pakuburan. tagolek di liang lahat, tanah sakapa bapakalang, mahereang mahadok ka kiblat, dibateh papan nan sahalai. Badaro tanah panimbunan, tatagak mejan nan duo, manyalo ciluang hitam, do’a dibaco panghabisan. Tujuah langakah mayik di kubua, nak datang malaikaik pai batanyo. Tapi jangankan tanyo ka tajawab, usaha ndak hawa katabandiang, utang ke anak nan takana, kasiah tagaiang alun sampai.
Jo kok basuo nan bak nantun nak, taradok pusako ka bajawek ataupun warih ka di baia, usah diarok dari ayah. Sabab baalah baitu, salamo dunia di tunggu, Ayah diseso parasaian, gilo diarak-arak untuang. Tapi kaganti ameh, bak di urang timbalam, pitih nan babilang, hanyo pitaruah batinggakan, banamo pitaruah Ayah. Itulah tando kasiah sayang, utang nan nyato pado anak, kini ayah lansaikan. Dangakan molah anak kanduang, simakkan bana nyato-nyato. Satitiak usah lupokan, sabarih janganlah hilang, ganggam arek, paciak tantaguah. Siang ambiklah ka patungkek, kok malam jadikan suluah pidoman patang jo pagi.

                                                   

Takalo maso dulunyo, awal mulonyo san kalahia, bundo di dalam pasawangan sadang dilamun-lamun ombak, angin badai, lauik manggilo, kilek patuih hujan basabuang, kalam nan bukan alang-alang. Lua ke Allah, bagantuang indak kamano ka manggapai. Dek lamo lambek badayuang, sapueh-pueh panangguangan sampailah juo di Kualo. Tali turun sauh dibuang, kapa marapek di tapian balabuah surang pasisianyo. Sawajah kapado urang nantun nak, mandi darah sakujua badan, kakinyo malajang-lajang, taganggam tangan nan duo, bunyi pakiak sapanuah kampuang cando pandeka dapek lawan. O . . . buyuang, kok ang nak tahu, itulah anak manusia nan lahia ka bumi Allah nangko lahia sarato jo untuangnyo.

Adopun tujuan jo mukasuiknyo, mangko jo darah samo tibo, sirah hati pakek panganan lambang barani, lahia batin indak manaruah gamang-takuik. Mangapa tangan suok kida mandongkak, manyipak-nyipak, itu ma’ana urang bagak, medan galanggang nan nyo hadang cakak nan tidak kunjuang damai. Pakiak bukan sumbarang pakiak, sorak kumando dilewatkan ibaraik badia jo mariam, tando nagari dalam parang. Mako pado hakikatnyo nak, hiduik adolah perjuangan dan satiok perjuangan bakandak manang. Kamanangan janjang ka istana manuju kirisi di partuan. Sasungguahnyo manusia adolah rajo, badaulat di muko bumi Allah bana nan manobatkan, “Inni ja’ilu fil ardhi khalifah”.Untuak itu Ayah pasankan nak, usah manjadi rajo kalah. Nan bajalan manakua-nakua. mangecek tatagun-tagun, hilang banso punah martabat. Manambah gantang tatanakkan, manyamak dalam nagari. Kalau Waang nak tau juo nak, iduik nangko indaklah lamo, dunia hanyo sakijok mato. Caliaklah contoh jo ibaraik, maso laia di songsong abang, mati di anta dek sumbayang. Antaro abang jo sumbayang, sinan kamat dibacokan hinggo itulah jatah umua. Bakato Muhammad Iqbal, apolah kato dek baliau: “Umur bukan ukuran masa, hidup tidak takaran zaman, sehari singa di rimba, seribu tahun bagi si domba”.

 

                                     
Ma’ana manjadi singo nak, bukan manggadang bakato darek bakitabullah di tangan, kandak badannyo awak surang. Indak nak, bukan baitu filsafahnyo, tapi bialah satahun jaguang, pagunokan maso nan pendek, bapacu marabuik buko mambuek amal kabaikan. Baguno ka diri surang, tapakai di masyarakat, manfaat salingkuang alam. Untuak apo panjang bajelo, hinggo batungkek saluang api, kalau awak kiliran tangan masak lacuik, makan parentah. Kok kunun pulo, kuma bamiang manggata di dalam kampuang, cilako hiduik tu namonyo. Salampiah nan dari pado itu, umua bukan sabateh kubua, hiduik bukan salacuik abiah. Tapi adoh hiduik sasudah hiduik. Panjang nan tidak kaujuangan nak. Itulah hiduik di akhirat, kamari tujuan sabananyo. Takalo insan di alam roh, janji-lah sudah tapabuek, patimbang muluik dengan Allah, makhluk kata An-Khalik nyo. Kito mamaciak tali kamba nak, usah kandua tagang salampiah, dunia akhirat satimbangan. Nyampang kok putuih kaduonyo sinan tahanyuik handam karam. Kini di rintang angan-angan, isuak diseso panyasalan.di dunia rintang jo ratok, di akhirat gilo jo gagau, kalamlah jalan ka sarugo. Mangana sakah nan bak kian nak, Ayah bapasan, bawasiat, rantangkan banang ka langik, hubuangkan diri jo Tuhan. Jalin kulindan ateh bumi, paharek buhua jo manusia. “Hablum minallah wa hamblum minannas”. Itulah cancangan duo sagarajai, kapa nan duo salabuahan, samo dek awak kaduonyo.


Mano nak kanduang jo nyo Ayah, ijanklah bosan mandangakan, mangecek indak ka lamo, taga dek seso manyimpannyo. Jikok anak taruih mamandang, simak jo daliah mato batin. Adopun tubuah manusia tarbangun dari tigo rungo. Partamo, runggo diateh, kaduo runggo di tangah, katigo runggo di bawah. Nan dimukasuik jo runggo ateh, iolah ruang di kapalo, bakandak isi pangatahuan, ibaraik dinamo masin kapa, ulu tanago baliang-baliang, pambalah aia di lauik-tan. Tasabuik runggo di tangah, yaitu dado rumpun hati, sangka iman lubuak agamo, ikolah pidoman juru mudi, kaganti kompas di nan kodoh. Jan sampai sasek palayaran, hilang tujuan tanah tapi. Salorong runggo do bawah nak, paruik nan mintak dikanyangkan, umpamo parka tampek barang. Tansano muatan kosong alamaik oleang jalan kapa, dihampeh ombak jo galombang, manantang karam tak batumpang. Atau kalaulah buliah Ayah misalkan kapado alam Minang kabau tardiri dari tigo luhak. Partamo, luhak nan tuo. Lambang kuciang warnanyo kuniang. Kuciang itu binatang lihai, tinggi pangaruah, berwibawa. Kuniang tando kamanangan. Tujuannyo, urang cadiak adi kuasa, sumber ilmu pangatahuan, “Sains Tekhnologi” kato rang kini. Kaduo, luhak nan tangah. Simbol sirah harimau campo, barani karano bana, hukumpun tidak makan bandiang banamo parentah syarak. Calak alah tajam pun ado, tingga dek bawa manyampaikan. Adaik alah syarak pun ado, tingga dek awak mamakaikan, moral, spiritual, istilah baru. Nan katigo, luhak nan bungsu. Corak hitam lambangnyo kambiang, rila jo saba bausaho, rumpuik nan indak pantang daun, dek padi mangko manjadi, dek ameh mangkonyo kamek. Mangecek iyo jo pitih, bajalan tantu jo kain, karajo tantu jo nasi, ekonomi baso canggihnyo.Itulah tadi sahalai pilin tigo, tungku tigo sajarangan. Kok waang nak samparono nak, manjadi urang baharago. Sajundun jasmani jo rohani, dunia dapek akhirat buliah. Mako sarek-kan kapalo jo pangatahuan, panuahkan dado jo ugamo, gasaklah paruik jo harato. Di ateh tungku nan tigo, sinan tajarang kahidupan, masak hakikat manusia insan nan kamil sabatangnyo. Tapi usah senjang, barek subalah nak, rumik naraco manimbangnyo. Kok cadiak sajo dibanggakan, hiduik bansaik tangan di bawah, tagigik lidah bapituah. Ameh hurai nan Ang sambuakan Yuang, loyanglah juo kecek urang.


Tapek bak bunyi buah pantun, kok rintiak bana kalodeta, lakek talilik di kapalo, kok cadiak bana kalau suka, kecek timpik di nan kayo. Baitupun awak binguang, maraso cadiak, kecek indak bakarunciangan. Disangko pitih pasak lidah, sombong takabua muaronyo. Gekang-bagekang siliah rarek, indak tau tampuak lah layua, lonjak-balonjak labu anyuik, isi gaja, ampo di dalam mahajan, tuah tarnamokan. Di baliak nan dari pado itu nak, kok di ateh isilah panuah, cadiak alah pandai pun inyo, nan di bawah muatan sarek, pitian sambua, bando malimpah. Tapi pasak ditangahnyo lungga, iman goyang, agamo tipih, hilang pidoman kapa basi. Andaknyo, kok kayo suko dmakan, ringan tangan manolong urang, rajin bazakaik, basidakah. Kok tumbuah awak urang cadiak, kusuik sato-lah manyalasaikan, karuah baringan mampajaniah. Maha cacek murah nasihat. Sinan nagari mako aman.
Mako dari itu nak, satiok kakok ka diawai, rundiang sapatah ka disabuik. Bulek lah bana kato hati, sasuai dalam kiro-kiro, naiak-kan dulu ka daraik, caliak timbangan hukum syarak lai kok dalam ridha Allah. Itulah naraco nan tak paliang nak sarato bungkah nan piawai, indak mangicuah salamonyo.
Anak kanduang balahan nyao, jarek samato Ayah-Bundo putuih tak jo-aa ka diuleh, sapihak ka badan diri Ayah, urang nan bukan cadiak pandai, ilmu kurang sikola tangguang, mangaji tak sampai katam, rumik lah Ayah babarito. Ndak mungkin si bisu ka banyanyi, mustahil si lumpuah ka manari, baa rang buto ka mambimbiang. Hanyo dek sungguah rajin manyimak dari alam dapek baguru di sinan tibo pangajian. Mari kito cari rasionyo. Dibalun sabalun kuku, dikambang saleba alam, alam takambang jadi guru, bumi jo langik ado di dalam.
Kini nak Ayah curai Ayah papakan, tuah cilako nan talukih, dicaliak jo mato batin, diambiak ka ujuik paham sinan tasaiah ma’ananyo. Ado ampek suruhan, ampek tagah nak. Nan partamo iduiklah bak rumpun aua, usah dicontoh bak tibarau. Nan kaduo, tiru baringin tangah padang, jauahkan sifaik bak kiambang. Nan katigo, simaklah anau dalam rimbo, pantangkan jadi bio-bio. Dan nan kaampek, jadilah sarupo paku, ijan saroman jo binalu.
Baa kakanyo rumpun aua, tapuntalang buluah bambu, nyampang tumbuah hitam tapi lereang tanah suko, tabiang mamuji. Kok indak lah urek nan mangungkuang taban bandaro sadionyo. Bukik pun indak taseso, lurah di bawah talinduangan, gagang manjelo dapek junjuang, maso rabuang carian urang, kok gadang banyak manfaat, lah tuo paguno juo. Baitu sifat ka dipakai nak.
                                        5
Dimanapun bumi dipijak, bila di kampung atau di rantau mambao rahmat ka rang banyak. Pandai-pandai jo masyarakat, tau-tau manenggang raso usah pamaha takuik rugi. Kok mangecek ma’agak-agak, pikiakan tiok ka bakato, tapi usah katokan nan tapikia. Sabab luko di pisau tampak darah, nak duo tigo taweh panawa, sanang nan tidak tampak bakeh, tapi luko di lidah sulik ubeknyo mandanyuik ka ubun-ubun, manggaga ka rantai hati. Di lua mungkin tak bakasan, di dalam manaruah kasam. Nan bak kain dimakan nyangek, lipek patahnyo tak barubah, dikambang nyanyai tiok ragi. Bak kato-kato rang tuo ko’ee “kaki tataruang inai badahannyo, muluik tun taloncek ameh tantangannyo”.Salain nan dari pado itu, satinggi-satinggi batang batuang, pucuaknyo runduak ka bawah, manyilau bumi tampek tumbuah, guno nan tidak talupokan, sambia babisiak bakeh rabuang kok sampai kalian gadang isuak usah lupokan jaso tanah, tau mambaleh budi baiak. Lamahnyo pulo kadikatokan, maliuak di puta angin, manggerai dipupuik ribuik. Bak cando-cando ka tumbang, jangan ka patah ratak tido. Tapi tibo tapaso inyo kareh bisa malantiang ka udaro indak siapo ka manahan. Satiok rueh basambilu, tiok buku bamatang pulo langkok jo duri jo miangnyo, namun tabungkuih dalam kalupak, dari lua tak nampak rupo. Aratinyo, samantang awak diateh, usah pan-den palabiak dado kujua takabua tu namonyo. Balarang bana jo ugamo nak, tacacek sapanjang adaik. Urang iduik banyak batuah, urang mati banyak kiramaik. Lauik sati rantau babego taluaknyo baranjau pulo.Ikhlas-ikhlas kalau manolong, suko-suko kalau baragiah mahamun sakali jangan. Sabaliaknyo, usah palupokan jaso urang, walau sahaluih bijo bayam, gadang faedah manfaatnyo, pamaaf saba jo rilah habiskan dandam kasumat. Bia urang baniat buruak awak babudi baiak juo. Pakaikan bana tu nak kanduang, usah dicayah dilengahkan, itu tantang buluah jo bambu.Ba’alah pulo jo tibarau. Cubo Ang danga Ang simakkan nak dapek paham hakimahnyo. Iduik tibarau barumpun-rumpun, batangnyo barueh-rueh, badaun panjang bakalupak. Kalau dipandang dari jauah, saroman bana bantuak tabu. Tapi di mamah ramba raia raso amba indak batantu, pangicuah gadang kironyo. Tarau ketek sabantuak jaguang, disilau indak babuah, bungo sahalai tak manaruah. Kalau-inyo tumbuah di lereang atau di tanah katinggian sinan tabukak rasionyo. Barambuih angin ka mudiak, tibarau madok ka mudiak, kokbakisa arah ka ilia inyo baputa kian pulo. Nyampang ditumpu dari ateh, lah sato maangguak-angguak urang diam inyo marumuak. Kian iyo, kamari iyo, lawan jo kawan samo iyo. Pendeknyo sagalo iyo, indak ado nan tidak iyo, indak bapendirian. Aa kasudahannyo jadi antimun bungkuak, masuak karanjang tak baetong, kok pai indak manukuak, pulang indak maluahi, arago bara diri awak.                                    6
Di dalam bahaso nasional tapeklah kok dikatokan bahwa inilah lambang kepalsuan, penuh kepura-puraan tanpa motivasi dan munafik sulit dipercaya. Awak ko musti jujur Nak, kok indak katokan indak kok lai tunjuakkan lai, usah takah-takah spuluik alun ditanak lah badarai, manipu diri sendiri. Lagak bak cando urang kayo, mangecek pantang di bawah, baa jeneang baa lah mantiak perak basapuah dijarinyo, sarawa bagantiak juo. Padohal baju basalang balagakkan yuang, tiok kalapau tiok utang cah bon, cah pinjaman, sakali indak babayaran, ditunggu urang diariaknyo. Anak cacak tabang ka benteang, tibo di benteang makan padi, awak rancak putiah, celeang diresek saku tak barisi. Jauahkan bana nan bak nantun nak. Hongeh kecek urang kampuang, bagunjiang urang suok kida.

Ado pulo nan sok urang cadiak, manggaleh inyo nan santiang, impor ekspor buah tutua-nyo, bursa efek nan tau bana. Baisuak kawan disantuangnyo (heh…). Jo ugamo inyo nan paham, nak musarab Mantiak Maani tafsir khazen Imam Ghazali, kasurau tiok hari rayo. Jo politik tau daulu sajak nan dari orde baru, soal KBJ pembangunan sampai ke Irak ke Bosnia, ulu nuklir tanago atom Amerika, Asean juo (heh …). Awak bagak jo aruh balai, sihia jo gayuang ilmu batin, kungfu, karate, silek tuo sadonyo putuih dek baliau, di garegak lai basunguik nyo. Kok ota soal baguru pulo, anjiangnyo paliang batuah, lupak gerai nan hitam kulik, dado lapang jangkia tagantuang, pilang-pilang bapaneh pulo, sambilan bukik kajarannyo, kakandiak kakijang lamo, lah tigo liang kanai saiang, kabangkai sakali balun. Aa kini caliaklah pulo kayu gadang, baringin di tangah padang. Baurek cukam ka tanah, jauah taunjam ka pitalo, panuahlah bumi di rumpunnyo. Dek gampo indak tabukek-kan, dek badai alun ka ta-oleang, ko-no lah goyang manilalu. Taguah jo pandirian, istiqamah dengan tauhid, beprinsip tegar dan kokoh. Kalau yakin tumbuah dipaham, sajangka duduak tak bakisa, satampok tagak tak bapayuang, walau baalah bujuak rayu, haram kuniang karano kunyik pantang lamak ulah dek santan. Rugi jo pitih ndak ditumang nak, jariah payah pasa biaso, tapi jaan diago martabat urang. Lompek-salompek ambua tibo indak baserap kato duo, tak iduik mati pun jadi.
Kayu baringin bapucuak cewang ka langik, tinggi malepai awan biru, pidoman musafir lalu. Daun rimbun buliah bataduah, bakeh balinduang kaujanan, paneh kaganti payuang panji, ureknyo tampek baselo, batang nan gadang kasandaran, dahan nan rampak ka bagantuang. Aratinyo panutan di masyarakat, cadiak ka bakeh rang batanyo, kayo-ka tampek rang batenggang, bagak tumpuan ka mangadu. Satitiak katonyo di lauiktan, garak dibari jadi contoh, sifat ka suri jo tuladan, sumarak urang di nagari. Perduli dnegan lingkungan, baitu ungkapan maso kini.                           7
Sungguahpun beringin tinggi manjulang, tapi tingginyo manungawi bukan maimpok nan dibawah. Walau gadangnyo tabirumbun, gadang manenggang ka nan ketek, urang nan indak takuik talendo. Itulah sifaik pamimpin nak, samantang bapisau tajam indak sumbarang dirawikkan doh, jikok manembak baalamat jaleh sasaran makan pelor. Tapi kalau daram atteh lah nyo kabawah, karusuak siku bamain kamuko manggadang sipak, atau lah runciang juo nan barawik, lah nyato lurah tak babatu, marasau sajo dari ateh, bukanlah sifaik dek baringin nak. Ingeklah apo bilo kayu lah rabah, baa bana lah kagadangnyo, batang lapuak daun karegek usah diarok ka bapucuak, antah tindawan ka bungonyo. Tuah nan lamo ilang lalek jo loncek-loncek ka batonggok urang mancibia bakuliliang tangguang lah doso salamoko. Pahamkan bana tu Nak kanduang, ubek makan pantangan dikana jauah bala jo pankik.

                                         Halaman 2

Nan kaji baringin tangah padang, baa pulo nasib kiambang. Jikok kiambang ka dibaco itulah samalang-malang untuang nak. Iduik nyo manyisiah-nyiah kok ingok manapi-napi, katangah takuik dek galombang. Lai baurek indak cukam, tajuntai kapalang turun. Walaupun tumbuah di aia tapi tarandam-randam nyo tak basah, tarapuang-rapuang nyo tak anyuik. Biduak lalu awak basibak, dek angin badan batundo, kok kunun riak mahampehkan. Kiambang adolah simbol manusia rapuah, lamah darah bamental loyo. Sadangkan iduik ko parsainga nak, parang ganas medannyo kejam, tekad mambantu nan partamo, mansiu nan kaduo. Ragu-ragu dalam basikap bimbang satiok kaputusan, alamaik awak mati, satokok lah kalah sabalun parang. Urang panggamang mati jatuah nak, urang pandingin mati anyuik, takuik jo bayang-bayang surang. Dek sabab karano itu, yakin-yakin jo pandirian. Jaan bak payuang tagajai pasak co alang-alang lamah bingkai, sasiuik angin mandatang sasambua rinai manimpo awak lah kucuik mati aka. Tapi naiakkan panji-panji Ang yuang, bangkikkan Nur Muhammad kipehlah baro tungku batin. Sakali masuak ka galanggang, pantangkan babaliak pulang. Patah sayok batungkek paruah, lagu nan usah tabangkalai, cilako ayam disabuangan.


Jikok sapancuang alun putuih kalau salangkah indak sampai, kini gagal bisuak ulangi. Dibaliak-baliak ba-mamanggang baru nyo masak lua dalam, diulang-ulang bak manyapuah sinan tatampak mangileknyo, sabab “kegagalan adalah sukses yang tertunda” baitu kecek cadiak pandai.Simaklah pulo anau jo rimbo nak, tumbuah tak rago urang tanam barabuik sigaek nak mamanjek indak suatu nan tabuang. Batangnyo manganduang sagu, makanan urang sa nagari jo kudo-kudo malamakkan, ruyuang diambiak ka pincuran, kok dikabuang dibalah-balah, elok ka kasau jo kalantai, ka paga nan rancak bana. Daun nan tou jadi atok nan pucuak ka daun rokok lidih disusun jadi sapu. Ijuaknyo elok ka tali, saga pun banyak kagunoan. Buah lamak nirunyo manih. Dimasak jadilah gulo, diparam tuak namonyo, kok rasan itulah cuko. Sampai-pun ka miang palapahnyo, tapakai ka rauak api, sabalun datang Kewe jo Ronsul jatuih dakek urang namokan. Sungguahpun awak urang batuah banso anau indak takabua sifaik sombong jauah sakali. Tagaknyo manjauah-jauah, indak mamiliah tampek tumbuah, di bukik, di lurah dalam, di nan lereang atau nan data. Bia di gurun tanah lakuang inyo basanang hati juo. Daun nyo ndak rampak bana, kok gugua salero tuo, jatuah barungguak ka rumpunnyo, indak tagaduah kiri-kanan.Santano manusia mancontoh anau nak, batang sampia namo asiangnyo. Pastilah, nagari aman kampuang santoso gemah ripah loh jenawi, barek lurah tanam manjadi. Itulah masyarkat nan adil makmur, di bawah ampun ridha Allah. Mako tacapailah nagari nan “baghdatun tayyibatun warabun ghafur”. Sabab baalah yo baitu nak, satiok urang bapancarian mampunyoi padok surang-surang tak ado istilah pangangguran. Tatimbun jurang kamiskinan, hilanglah bingik ke nan kayo, kecemburuan sosial kato rang kini. Sadonyo berpotensi, sadonyo aktif produktif, nan buto panghuni lasuang, nan pakak palapeh badia, nan lumpuah panggaro ayam, nan binguang suruah-suruahan. Inilah sumber daya manusia modal utama pembangunan baitu pemimpin mangatokan.

Niro ndak buliah sombong ka didih, kok indaklah karajo sapu batumpuak sarok di laman. Walau hanyo miang palapah usah dileceh diremehkan. Sabab dek rabuak kaiduik api sanggup mambaka rimbo rayo. Mako kalaulah sampai tak paguno nak, ilia santai mudiak bamain, lah gadang bagelong juo, iduik bagantuang ka ranggaek. Malulah awak bakeh anau, urang lah pulo dari sampiak. inok manuangkan tu nak kanduang, bao pikia dalam-dalam.
kaba baraliah, inyo lai sungguah baraliah sinan juo dikaji, tantang bio-bio. Nan dikatokan bio-bio nak, bagagang mamanjek samak, biaso tumbuah di baluka roman saujuik kacang paga. Buahnyo baduyun-duyun, kulik bakilek kuniang hamek haluik babulu anak kuciang, itulah miang sabananyo.
Mako salain banamo bio-bio kacang miang namonyo juo jarang lah urang nan tak tau. Dek inyo bagagang panjang, bio-bio manjala tanah, supayo tagak bak urang pulo tapaso malilik batang bagantuang ka rantiang kayu. Banyak kacang pakaro kacang, kacang miang paliang manggata. Gata dek miang bio-bio taseso sabatang tubuah, jantuang lah mintak gawiak pulo. Ba’a bana sakik padiahnyo nak sulih lah Ayah mangatokan, antah kok urang nan marasai.
Sumpah, kutuak, caci-makian, upek caraco, caruik kungkang, dibanci salamo hiduik. Jangankan ka mandakek, mandanga namo sajo lah jajok. Kok kunun maliek ka pamenan. jo api mamunahkannyo nak tunggua dikikih dilantiangkan, baitu doso kacang miang.
Nyampang kok kito manusia mamakai sifaik bio-bio, sakampuang kanai miangnyo manggata turun-tamurun. Jauahkan laku nan baitu nak, buliah salamaik hiduik awak. Cubo wa’ang bayangkan, ulah dek asuang jo pitanah, gunjiang kian kincah kamari, bisa mararak kasiah sayang urang balaki di sibaknyo. Tibo didagang panggaleh lahabiah di timpo kabakaran, tansano api nan mamakan tingga juo puntuang baronyo. Taga dek bingik dangki urang toke manjadi anak buah. Santano kantua ditimponyo direktur masuak pinjaro, manajer dipecat tagak, sekretaris tabaok rendong. Untuak itu Ayah ingekkan, hati-hati dalam bagaua, banyak batamu bio-bio nak ulek bulu namonyo juo. Karena bak cando jujur muluik manih baso katuju, awak talen parlente pulo panampilan pun mayakinkan. Ado kalonyo potongan dukun paham rasio dalam batin pandai manakok hati urang. Kadang-kadang bantuak ulama, hadihnyo balapiah-lapiah, ayatnyo bak ilia-ilia, iko dalia iko ma’ana. Ado juo rupo sarjana tau jo pasal undang-undang hukum pidana jo perdata. Geleknyo baragam, kicuah jo kecoh nan nyato inyo manyerak miang cundang kabaji nan nyo agiah.

                                      
Niro ndak buliah sombong ka didih, kok indaklah karajo sapu batumpuak sarok di laman. Walau hanyo miang palapah usah dileceh diremehkan. Sabab dek rabuak kaiduik api sanggup mambaka rimbo rayo. Mako kalaulah sampai tak paguno nak, ilia santai mudiak bamain, lah gadang bagelong juo, iduik bagantuang ka ranggaek. Malulah awak bakeh anau, urang lah pulo dari sampiak. inok manuangkan tu nak kanduang, bao pikia dalam-dalam.
kaba baraliah, inyo lai sungguah baraliah sinan juo dikaji, tantang bio-bio. Nan dikatokan bio-bio nak, bagagang mamanjek samak, biaso tumbuah di baluka roman saujuik kacang paga. Buahnyo baduyun-duyun, kulik bakilek kuniang hamek haluik babulu anak kuciang, itulah miang sabananyo.
Mako salain banamo bio-bio kacang miang namonyo juo jarang lah urang nan tak tau. Dek inyo bagagang panjang, bio-bio manjala tanah, supayo tagak bak urang pulo tapaso malilik batang bagantuang ka rantiang kayu. Banyak kacang pakaro kacang, kacang miang paliang manggata. Gata dek miang bio-bio taseso sabatang tubuah, jantuang lah mintak gawiak pulo. Ba’a bana sakik padiahnyo nak sulih lah Ayah mangatokan, antah kok urang nan marasai.
Sumpah, kutuak, caci-makian, upek caraco, caruik kungkang, dibanci salamo hiduik. Jangankan ka mandakek, mandanga namo sajo lah jajok. Kok kunun maliek ka pamenan. jo api mamunahkannyo nak tunggua dikikih dilantiangkan, baitu doso kacang miang.
Nyampang kok kito manusia mamakai sifaik bio-bio, sakampuang kanai miangnyo manggata turun-tamurun. Jauahkan laku nan baitu nak, buliah salamaik hiduik awak. Cubo wa’ang bayangkan, ulah dek asuang jo pitanah, gunjiang kian kincah kamari, bisa mararak kasiah sayang urang balaki di sibaknyo. Tibo didagang panggaleh lahabiah di timpo kabakaran, tansano api nan mamakan tingga juo puntuang baronyo. Taga dek bingik dangki urang toke manjadi anak buah. Santano kantua ditimponyo direktur masuak pinjaro, manajer dipecat tagak, sekretaris tabaok rendong. Untuak itu Ayah ingekkan, hati-hati dalam bagaua, banyak batamu bio-bio nak ulek bulu namonyo juo. Karena bak cando jujur muluik manih baso katuju, awak talen parlente pulo panampilan pun mayakinkan. Ado kalonyo potongan dukun paham rasio dalam batin pandai manakok hati urang. Kadang-kadang bantuak ulama, hadihnyo balapiah-lapiah, ayatnyo bak ilia-ilia, iko dalia iko ma’ana. Ado juo rupo sarjana tau jo pasal undang-undang hukum pidana jo perdata. Geleknyo baragam, kicuah jo kecoh nan nyato inyo manyerak miang cundang kabaji nan nyo agiah.

                                           
Pura-pua ibo, kasihan katonyo ingin nak manolong barisuak urang batagak gaua gawik gapai sapanjang jalan baliau mangakeh di subaliak. Ma adoh iyo urang macam itu nak, adoh sifaik nan ka dipakai, yaitu manjauah. Ibaraik marambah bio-bio kok hanyo dioyak dari bawah atau diruntun diratehi alamaik miangnyo batebaran badan ang juo nan kagata. Kalau ka tangguang-tangguang masuak sakadar badebat manumpalak eloklah manyisiah sajo. Sabab dek aluih makan jarumnyo, rumik mancari jajak masuak. Indak batali ka diri atau tampuaknyo ka dijinjiang

                                 Halaman 3


salain dandam parang batin batinju kasudahannyo. Basuo bak pantun-pantun urang, jam gadang di Bukittinggi talatak di Pasa Ateh, tukang palindih daulunyo. Haluih karajo urang kini mangarang bungo jo karateh dek kumbang basosok juo. Nak duo pantun sairiang, babuah rambai di puguak, bungo disasok barau-barau, ulah parangai kayu bungkuak, caia malaleh kuduak kabau. Pahamkan bana tu nak kanduang, jago diri ang kanai miang, apolai manjadi miang, samo tak elok kaduonyo.
Adopun paku ataupun pakis tarmasuak bangso suku rumpuik. Sajak dulu di ranah minang paku takato jadi sayua sampai kini musaua juo. Malah ndak sajo di kampuang awak, lapeh ka Jawa, ka Malaysiam ka Ambon, ka Kalimantan, sampai Brunei Darussalam, populer katupek gulai paku, lontong Padang namonyo sinan. Nan paliang lamak dicampua jariang, serak-serakan udang bariang, asamnyo, asam balimbiang, bungo sambuang konconyo bana. Kok nak tau jo lamak paku nak cubo diulang maangek-i, lah masiak mangkonyo sero. Tapi ado saketek nan maibo, manuruik pituah angku doktor, paku ndak manganduang gizi, sanasib pulo jo cubadak, manganyang indak bavitamin. Bialah ka baa pulo. Nan nyato itulah budaya awak, gulai pusako Minang Kabau. Samanjak alun barabalun, maso lauik sacampak jalo, marapi sagadang talua itiak, paku cubadak alah juo. Hidup paku jo cubadak, maju terus pantang mundur.
                                          
A . . . kito tinggakan satu taminak, ditalaah sifaik-sifaik-nyo tu ambiak ka jadi guru. Dari pangalaman ilmu paku ado bana nan kadi tiru. Yaitu, perjuangan manantang hiduik, "Strange for life", kato si bule. Yakin, gigiah, pecaya diri tapi jujur. Itu nan patuik kito contoh. Cubo ang like, ang pandangi. Indak sajo di tanah lambuak, di tanah lapa inyo iduik, di salek batu jadi juo. Malah indak pun di ateh bumi di dahan kayu tumbuah paku, di batang karambia bisa subur sampai ka pucuak-pucuak, atok paku ko tatap iduik mewah.


Sungguah manjadi pengembara, hinggoknyo indak manyeso, makannyo mancari surang, pantang manggaduah urang lain, bak cando limau di binalu. Mandiri, itu nan patut ka ditiru, suri tauladan ka dipakai. Satantang gigiah jo gagah caliaklah parjuangannyo, walau dihalang, dirintangi, baluka mahambek paneh, angin pun tak dapek lalu ulah dek angkuah kayu gadang. Inyo mampu batahan iduik di bawah bayang kesombongan. Baru kapatang kanai sabik, pagi cako di lanyau kabau, atau diimpok kayu mati, sahinggo punah tingga tunggua, bisuak pagi tuneh tacogok sa-pakan lah rimbun pulo. Panek batauik tak mambaa, diparun alun kaabih, antah kok urek nan tacabuik. Tapi, salagi rumpun tak binaso nan paku, bapantang mati. Sadangkan maklhuk tumbuhan tu nak, indak baraka, indak baraso, indak pulo punyo napasu lai gigiah mancari hiduik. Manga kalian kok manganggur, haa. Banyaklah contoh Ayah like, taganda di parantauan, ta tumbuak usaho galeh pondoh poroh pulang ka kampuang. Pangacuik, kok ka gadang.raso tak mungkin, pokok tandeh kadai lah lapeh. Carilah mato lokak lain baako lari dari porong. Kandas galeh, lompek ka tukang, ndak lanteh cubo mangantau salek juo ka maojek. Saindak-indaknyo jadi cingkariak, manguli manjawek upah. Pendeknyo usaho, tidak satu jalan ke Roma kato rang sinan. Nan ka usah, kalau ba CV. Duo Jari, maagen manjua ganja, manempe jo tante girang, adaik malarang, undang managah, isuak basinggang di narako. Kok lai baliak ka kampuang, basawah mambuka landang, baparak, taranak ayam, syukur bana turun ka tani. Ha...iko indak sawah tingga, ladang marimbo, hutan kosong, lahan talantar, inyo nak sungguah di palantah. Tangah hari di lapau juo, domino balapia-lapia, gurau jo kincah nan utamo. Sahinggo di luluak tajak balariah, pinggan tak cukuik. Pamaleh, kanker jo tumor dalam hiduik nan panyagan, pambarek tandan, pamalu lambek bakisah.
                                         

Pantang cilako kami dulu, bagayuik ka urang tuo, babaliak makan ka pusako. Apo lai marengek-rengek, pacar den lah gadang juo, kawin ka baa ko den lah Ayah, itu haram bagi anak Minang. Baitupun taradok palajar, mahasiswa nan pacah mental, pangaluah panjang, patuik baraja dari paku. Mantang-mantang anak kuliah, gengsi bana turun ka pasa, namuah manjadi kutu rumah. Panganggur intelek bahaso trend-nyo, rumus nan dipakai-nyo. Tujuan sikola jadi pegawai, cari karajo ilia mudiak, masuak kantua kalua kantua, lamar kian kamari, mohon kamari. Sahinggo lah tipih tapak sipatu, tabuak sarawa, tenteang ikua, batarimo ka indak juo. Tidak ada lowongan atau tunggu saja panggilan, baitu jawab pesonalia. Mako dek bosan gilo mananti umua samakin gaek juo. Kasudahannyo, baputuih aso, tibo depres, frustasi, mamanuang, panggalak surang. Dicarak lai kaleang baigon, babuih muncuang dalam kamar. Cengeng.


Mako dari itu nak, karano waang lah SMA nan Insya Allah tanago Ayah kuek juo, talakik manyambuang ka fakultas, kini-kini Ayah pasankan nyampang kok jadi mahasiswa, sampai-tak sampai di wisuda, jaan pasang jarek samato jadi pagawai di kantua-kantua. Karano pitiah tiok mangarik, sogok-manyogok lah biaso atau dek sabab karano lain indak manabuak cito-cito. Mako, bukak-lah usao surang, bewiraswasta, bahaso kalian. Jaan tagoda baman jo pagawai, kok indak di kantua indak ka makan, badasi juo ndaknyo, musti sanggup mandiri, bedikari. Ingek kato Bung Karno "Kesempatan itu bukan ditunggu tapi diciptakan". Kalau hanya hiduik manunggu, samo awak jo lawah-lawah, sifaik pasif tu mah namonyo. Sadangkan awak harus agresif, progresif dan dinamis. Baitu karakter urang Minang, watak pusako dari dulu, kini kalian mawarisi. Adopun nan ka di pantang ka dihindari, laku parangai dek binalu, sifaik cilako dibaoknyo. Takalo bamulo, inggok manempe di kulik dahan, duduak di ujuang-ujuang rantiang. Eloklah baso batang limau, urang bataduah di baok naiak, dijamu dibari makan, tamalam diagiah lapiak. Dek lamo lambek manompang mulai bapucuak salai daun, kian hari batambah rimbun, urek manjala-jala juo kini malilik mangulampai.

                                       

Akia kato sudahan kalam, nyo barantiang badahan rampak, badaun babungo kambang, batang gampa urek mancakam, kalahlah nan asa dek nan tibo. Kini limau tingga jo namo, ujudnyo nyato la binalu, sumpah bagumam batangguangkan. Jauahkan sifaik nan baitu nak, gadanglah doso mudaratnyo. Tahu-tahu iduik manompang, awak buliah urang tak rugi, usah kalamak dek awak surang, cadiak buruak tu mah namonyo. Licik, kato urang subarang, diagiah hati, bakandak jantuang, nan bak Balando mintak tanah. Buruak laku, jaek parangai, aka ciluah busuak pangana, niaik tak lain maniayo. Banasehat para pujangga, Jangan ciptakan kebahagiaan di atas penderitaan orang lain atau bahaso populer Minang Kabau "Lamak dek awak katuju dek urang".

                                      Halaman 4




Kok raso dibaok naiak, pareso dibaok turun itulah timbangan rang babudi. Santano budi nan lah pupuah, nak alam sampik langkah tatumbuak. Sulik batenggang bakalaka, badan disisiah urang banyak. Dangalah pantun urang dulu: Dek ribuik rabahlan padi, dicupak datuak Tumangguang, kalau iduik indak babudi, duduak tagak kumari cangguang. Babelok babilin-bilin, di cako padi ka tabiak, dek elok urang tak ingin, dek baso urang manggarik. Kok tumbuah ba induak samang, tenggang amanah tabinaso, pitaruah dipaliaro, martabat dijunjuang tinggi, caliakkan raso budi baiak. Ijan samantang urang lah picayo, awak kuli disangko toke, baa kalatiak ujuang jari, angek lah tagah dari cangkia. Nyampang anak iduik di rantau agak-agak di kampuang urang, bumi dipijak usah lambang, lauik ditampuah jan bariak, manyauak indak mangaruahi.



                                             

Turuik-kan adaik caro sinan, isi cupaknyo nan tatagak, tiru ragian nan takambang. Kok bakato di bawah-bawah, usah pangieh jo panggisia, kecek maikua itiak jantan. Lah nyato si pontong tak bajari, cincin ameh baparagokan.
Urang lah mati indak makan, rimah disapu ka ilaman, pantangkan bana tu nak kanduang. Mambunyikan tipi jo radio, usah sahabiah-habiah puta, tenggang subalah-manyubalah. Mungkin anaknyo baru lalok, tagaduah urang sadang damam, pikiran samak-samak ibo. Samantang awak naiak honda, kanalah urang jalan kaki, kanai potong indak mambaa, nak nan bedo kabuik di balakang, bunyi knalpotnyo nan manyeso. Kasimpulannyo, walau binalu nan tatuduah ambiak ibaraik jo itibar usah manari di ateh bangkai, Ayah tak suko tantang itu.



O… nak kanduang badan dek Ayah, lah panjang Ayah batutua, bajelo kisah tafsiran, mangaji rasio alam. Tapi ba’awal kato bamulai, Ayah bukanlah cadiak pandai, buto do dalam pangatahuan, rabun di tantang pangalaman. Mako, ibaraik si buto dapek gajah. Nan taresek baru ikuanyo, alunlah tubuah sabatangnyo. Kok lai namuah mambaco, nak manyimak mamparatikan, di alam kuliliang kito nagko batabua suri tauladan, banyaklah contoh jo ibaraik. Jo kaharibaan bisa disauak, paham di batin manampuangkan, sinan basuo lubuak ilmu aia janiah, sayak nan landai tampek baranang aka budi. Dek sabab karano itu, rajin-rajin anak baguru, maliek bayang nan tasirek. Cubolah jawab tako-taki, kiat isyarat dari alam dan itu anjuran dalam syarak tu nak. Tuhan bana nan manyuruahkan, batanyo Allah jo firman-Nyo: “Apakah kamu tidak memperhatikan betapa bumi dihamparkan dan langit di sungkupkan, apakah kamu tidak memperhatikan pegantian siang dengan malam, apakah kamu tidak memperhatikan keberadaan binatang unta dan lain sebagainya ?”.
Malah tanyo baruntun dari Tuhan kapado kito manusia : Afala tubbsirun, afala ta’kilun, afala ta’lamun, afala tattafakkarun Ya Ulil Albab?



                                 

Satiok tanyo bakandak jawab, nak pudulah pulo tanyo Allah. Hampia sajam Ayah basurah, kini dihimpun ciek-ciek, diambiak pati santannyo. Dari sapanjang tutua tadi tigo sajo isi pidoman, yaitu hubungan diri samo diri, hubungan diri jo manusia, hubungan diri dengan Allah. Mari disabuik satu-satu. Adopun hubungan diri jo diri indaklah lain mukasuiknyo mambantuak watak jo karakter dalam mancari kepribadian, adolah limo rasionyo, nak Nan partamo, tujuan hiduik, motivasi jo nawaitu. Dari mano datangnyo awak, sadang di mano kito kini, kamano arah ka dituju. Batanyo ka diri, untuak apo waang ko iduik? Ka manga datang ka dunia-ko? Kok indak tau jawabannyo, Tuhan manolong manjawabkan. “Wama akhlaktul jinni wal insa illa liyak buduni”. Tidaklah aku jadikan jin dan manusia kato Allah, kecuali untuak mengabdi kepada-Ku saja. Untuak itu Rasulullah pun batitah, iduiklah sasuko hati, tapi ingek salamo iduik musti ka mati, karajokan apo nan taragak, tapi ingek satiok karajo akan ditanyo, cintoilah apo nan dihati, tapi ingek satiok pertemuan ado perpisahan, itu nan partamo. Nan kaduo, bapandirian taguah, berprinsip nan jaleh istiqamah yakin ke diri. Arek-arek kalau bapacik, taguah-taguah bakeh ka tagak. Usah baganggam-ganggam baro, raso kahangek dilapehkan. Kalaulah tagak di nan bana, ijan ragu manantang bandiang. Nyampang nan hak dirabuik, rampeh, martabat dilanyau urang, pantangkan mundur satapak Yuang, haram bumi bakeh Ang lari. Syahid membela kebenaran dan mangalah dengan salah.  Nan katigo, jujur jo amanah. Di dalam hati manusia ado zat nan paliang adil, itulah inyo kalbu kato rang siak, nurani kecek rang pandai, raso pareso keceknyo adat. Musuahnyo, iyolah napasu, sadangkan akal kumari masuak. Mako satiok kakok ka diawai, tanyolah dulu nan di dalam lai kok izin hati nurani. Biasonyo pikia sakali, mananglah nafsu, akal mandorong jo usaho, badan mambantu jo karajo. Tapi baoklah maranuang dalam-dalam, duo tigo ulang bapikia. Kalbu nan suci akan manang, picayolah. Kompasnyo indak jauah-jauah, yaitu hukum cacak jangek. Piciaklah diri awak dulu, sakik dek awak, sakik dek urang. Nah, nan kaampek, dinamis, ligat kato rang medan, lasak kato rang Minang. Usah layua pandingin darah, talampau banyak agak-agak, suko mananti garah alah. Kalau cameh jo gamang lah dahulu, ragu jo bimbang, takuik kanai alamaik karajo tak manjadi. Tapi kok lah habih tenggang jo kalaka nan di juluak ndak jo dareh, nan dijapuik ndak kunjuang tibo, baru tawaqal pado Allah, takdir tu mah namonyo. Hadapilah dunia dnegan senyum, baitu kato ahli fikir.  Nan tarakhir, nan kalimo.

Yaitu, basifat saba jo rillah. Nan Ayah mukasuik dengan saba, bukan mambatu muko tembok, kanai lampang pipi nan suok, diagiahkan pulo pipi kida, bukan baitu. Tapi, indak cameh wakatu susah, indak takabua di nan lai. Hindakan tamak jo lobo padokan apo nan ado, syukuri barian Allah. Nan manjadi sifat dari napasu, adolah salalu maraso kurang, ha . . .

 Adopun sifaik dek manusia nak, ingin dipuji, dikagumi, diumbuak, disanjuang-sanjuang, bataruih-tarang nyo nan sagan. Siapopun ingin panjang umua, tapi takuik manjadi tuo. Mako sananglah bana dihatinyo, dikatokan baliau awet mudo, umua gaek, kaniang bakilek, taimpik galombang anak bujang, ha . . . . Pujilah nan disayanginyo, anaknyo nan kamek, lincah, galeknyo nan tagak tali, tapi ijan dipuji inyo rancak, balapia tinju dihiduang ang. Agak-agak maanjuang urang nak, usah malimbak, malabiahkan, overdosis ibaraik ubek. Bisa malonjak anak bayi, babaliak aruah panabangan, nak tuah dapek cilako. Sasudah itu suko manolong, malang mujua, sakik jo sanang, indak kalapeh dari tangga, kini urang bisuak kok awak. Bakato Buya Hamka : “Jangan tetawakan orang jatuh, tapi bersyukurlah kalau anda tidak jatuh, dan sebaik-baik pekerjaan adalah menolong orang dalam jatuh”.Kok sanang jalang-manjalang, kok sakik silau-manyilau, kok mati janguak-manjanguak.Banyak caro manolong urang, tolong jo pitih jo harato, tolong jo jariah jo tanago, saindak-indaknyo tolong tolong jo aka pikiran, jo do’a jadi juo. Sauleh rimah dalam litak labiah lah gadang manfaatnyo dari sakancah nasi, katiko kanyang.

Nan katuju dek Rasulullah, pamaaf indak pandandam. sampilik mambari maaf, pamaha jo karilahan, itulah urang rendah budi. Mambayang ka paroman-nyo, muko karuah, kaniang bakaruik, hati kasek, bantuaknyo sanga, lah pupuih Nur-Hidayah. Sadangkan Adam lai nyo khilaf, talampau pantang makan khuldi, Tuhan mambari kaampunan, kok kunun-lah kito makhluk. Manuruik dalih biasonyo, nak apobilo urang pabaso tando ceke, apobilo pacimburuan tandonyo jahek, urang pasumpah tando ciluah, pandandam tando takabua, setan basarang di hatinyo.

                                              
Awak barasiah tak badoso, urang lah salah kasadonyo, namuah batahun ndak manyapo, jo dunsanak bakarek rotan. Baparingek Nabi jo hadis-nyo, duo nan ka diingek, duo pulo nan ka dilupokan.

Nan kadiingek, salah awak ka urang lain, jaso urang ka diri awak. Dan nan ka dilupokan, jaso awak ka urang lain, salah urang ka diri awak. Nyampang sunsang tabaliak pasang nak, cabiak-cabiak silaturrahim, caia ukhwah islamiah, sinan ka turun murka Allah. Kini nan kalimo, nan kalimo yaitu panyuko, barasiah hati, kok urang mandapek rahmat sato basyukur, bagumbira, nyampang kok bala manimponyo, prihatinlah di nasib kawan. Usah sabaliaknyo nak, manampak kawan barasaki, awaklah masam kurang bunyi, hatipun paneh manggalagak, mancaliak kadai urang kayun, dek awak susuik jua-bali. “Ayam batino nan batalua, ikuanyo padiah dahulu”. Jauahkan sifaik nan baitu nak.

Baitupun usah pamatahkan kecek urang, suko maudi, marandahkan, manunggu utang, di nan rami mamasang pitih barakuak.indak saide sapandapek, balain tapi katagokkan, itu biaso dalam rapek. Tapi agak-agak kalau badebat, iyokan dek urang nan tasampai, lalukan dek awak jo daliahnyo, indak bakasam sambuang parak.  Manyubarang di aia dareh adolah bana rasionyo. Ambiak ancang agak kahulu, turuikkan hiliran aia, manyerong ansua ka mudik, malereng geser haluan, biduak ka sampai di subarang. Usah disongsong aruih sungai, karam di riam, diputanyo hanyuik kok indak bamuaro. Manyanangkan hati urang itulah resep pergaulan indak karasan salamonyo, picayolah. Adapun hubungan timba baliak antaro makhluk dengan Khalik ibaraik ikan dengan aia. Kok nyampang ikan tapisah, carai talantiang dari aia, alamaik hiduik ka sansaro, tak kama manggapai lai. Tapi sabaliaknyo nak, aia indak manganduang ikan, haram kok inyo ka tagamang, samiang alun ka ta came. Baitulah pulo dengan Tuhan, walau manusia kapia sadonyo, langik engka, bumi durako, indak ka sumbiang martabat-Nyo, zat Allah tatap mulia. Dek sabab karano itu nak, ijan manjauah dari Allah. Hubuangkan diri jo nan satu. Salamo jantuang badanyuik, salagi angok turun-naiak, Tuhan nan ambek dilengahkan. Kalau diri sudah manyatu, dakek nan tidak baantaro, jauah nan tidak bajara’an, sinan hidayah turunnyo. Sahamba-hamba tabu nak, limo kali dalam sahari tamui Tuhan jo talipon, mangecek langsuang samo surang. Mintaklah apo ka di mintak, kadukan nasib parasaian, tangih jo ratok ka bapujuak, tagamang lai ka bajawek Rahman jo Rahim salamonyo. Adopun kok Ang nak tau satantang nomor talipon-Nyo, hanyo sabanyak limo angko. Yaitu, 24434. duo rakaat shalat subuah, ampek rakaat waktu luhua, ampek pulo dimasuak asar, tigo rakataan di mugarib, ditambah ampek shalat isya. Aratinyo, sumbayang nak, sumbayang, sumbayang, sumbayang, usah ditinggakan.            19
Manuruik sifaik jo janji-janji-Nyo Allah itu Maha Pengampun, murah maaf, maha jo dandam. Tapi ado duo nan tak bahampunan, partamo murtad, kaduo syirik. Nan dimukasuik dengan murtad nyato-nyato mamutuih tali, maurak buhua gagang iman, kato jo ruek mambulakang, katie sirah urang namokan. Sawajah tantang pado syirik, dalam nan inyo baindakkan, hati nan ragu, ragu bimbang. Dilaia lai maangguak, di dalam batin manggeleng. Tauhid saparo sudah, mancari Tuhan salain Allah. Kok itu sfat nan bapakai, berang Allah sampai ka gunjai tunggu jahannam, hari isuak. Jangankan pado Tuhan Allah, manusiapun lai pandai berang. Kok ati bini alah manulak, tubuahnyo lah mambulakang, tandonyo indak nio awak, caraikan istri sanan juo. Atau di dalam inyo basuami, mancari pulo laki lain, wajib ditalak salamonyo. Mamakai istri nan baitu gayuik hukumnyo dalam Syarak, tacacek bana di nagari, layua talingo kecek urang.

Mako kini Ayah ingekkan, hati-hati manjago iman. Taguah-taguah paciak tauhid, usah sumbiang, usahlah cakak. Kok bulek indak bapasagi, picaknyo indak basuduik, runciangpun indak bajipang. Walau ba’alah badai mahampeh, lauik gilo tapan mangamuak, kamudi usah dilapehkan. Hanyo Allah tampek balinduang nak, bukan dukun, bukanlah datu, bukanlah pulo tukang tanuang atau mamintak bakeh kuburan, kok kunun ka setan jo ubillih. “Iyya kanak budu wa iyya kanasta’in, kapado allah kito manyambah kapado-Nyo pulo mintak tolong”.

Nah… itulah nak, itulah pitaruah Ayah. Kok nasehat ko lah namonyo, kok pituah ka Ang katokan. Nan nyato utang ka anak lah taansua. Lain hari Ayahlansaikan. A . . . baa Ang kini, karano hari lah laruik malam, badan latiah, mato takantuak, kito baganjua lalok dulu. Insya Allah bisuak kok lai iduik juo, disambuang guliang, ditamatkan surah.





                                       

Translate

English French German Spain Russian Japanese Arabic Chinese Simplified

recent post

Total Pengunjung

Popular Posts

Followers

Blog Archive

DMCA.com Protection

Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates